Rupiah Menguat di Level Rp15.598, Ekspor Topang Ekonomi Indonesia
Jakarta – Nilai tukar rupiah meguat pada perdagangan akhir pekan Jumat (16/12/2022). Mata uang garuda ditutup di level Rp15.598 atau naik 27 poin dari penutupan sebelumnya.
“Sedangkan untuk perdagangan Senin depan, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif, namun ditutup menguat direntang  Rp 15.570-15.650,” kata Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi.
Dari sisi eksternal, pergerakan rupiah pada akhir pekan ini dipengaruhi sinyal hawkish dari bank sentral The Fed. Pasar khawatir juga akan adanya resesi global memasuki 2023.
Seperti The Fed, Bank Sentral Eropa pun mengerek suku bunga untuk keempat kalinya berturut-turut.
Presiden ECB Christine Lagarde, dalam konferensi persnya, mengatakan risiko kenaikan inflasi tetap ada, sehingga memerlukan kebijakan pengetatan lebih lanjut.
Di sisi lain, dalam waktu dekat, Cina diperkirakan bakal menghadapi lonjakan kasus Covid-19 yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Menurut para analis, kondisi ini dapat menunda pembukaan kembali kegiatan ekonomi dan semakin mengganggu aktivitas.
Adapun dari sisi internal, Lembaga Pemeringkat Kredit Fitch Ratings menilai prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah tergolong baik karena memiliki basis laju ekspor yang kuat.
Indonesia memiliki posisi yang lebih baik ketimbang negara-negara peers, salah satunya karena posisi Indonesia sebagai negara pengekspor komoditas, di tengah ancaman resesi.
Dengan kinerja ekspor yang kuat dan pemulihan ekonomi domestik yang terus berlangsung, Fitch memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 akan mencapai 5,2 persen.
Di sisi lain, Fitch mengungkapkan RI memiliki dua tantangan berkaitan dengan penerimaan  Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan indikator struktural, seperti tata kelola yang dinilai masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain pada peringkat rating yang sama.
Seperti halnya negara-negara lain, Indonesia saat ini juga menghadapi peningkatan imbal hasil obligasi negara dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Lalu, Fitch memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 akan melambat 4,8 persen akibat pelemahan permintaan domestik dan eksternal.
Sebagai konsekuensi terjadinya kenaikan suku bunga dan normalisasi harga komoditas.
“Meskipun pertumbuhan ekonomi semakin membaik, Indonesia tidak boleh lengah dan berpuas diri, terutama di tahun depan. Sedangkan  di tahun depan Indonesia memiliki banyak tantangan yang harus diwaspadai, termasuk pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan,” ucap Ibrahim.Â