Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

israel
Ibrah La Iman, Penulis Novel Habibie Anak Bugis. (Foto Istimewa)

Tentang Israel, U20, dan Kedaulatan Indonesia



Berita Baru, Kolom – Terus terang saya agak sungkan atau menjaga diri untuk menulis topik ini. Selain memang karena belum pernah ke Israel sama sekali atau daratan Yerusalem yang juga di sana kita mahsyur mengenal ada Palestina. Ini ibarat seseorang yang membincangkan kematian, padahal sama sekali ia belum pernah mengunjungi dan merasakannya.

Namun sebagai pembaca beberapa kisah-kisah israiliyat dan penikmat bahasa ibrani sedikit banyak saya mengikuti sebahagian kecil dari banyaknya hal tak terungkapkan yang terjadi pada ‘bangsa’ Israel. Sampai secara personal saya menahan diri untuk mengunjungi Makka dan Madinah karena berharap lebih awal bisa menginjakkan kaki ke Tanah Suci seluruh agama, yakni Yerussalem.

Yerusalem adalah bahasa Ibrani bermakna ‘Kota Damai’. Yeru yakni Daerah/Kota dan Saleem ialah Damai/Kedamaian. Definisi etimologi dapat kita temukan beragam di platform search engine. Diantaranya ada yang mengartikan ‘Pemilik (Fondasi) Kedamaian Ganda’ dari ungkapan Asiria-Babilonia “ur-sa-li-im-mu”.

Menarik memang menyimak apa yang terjadi di Yerusalem dengan ‘dua bangsa’ saling mengklaim atau sesungguhnya telah berbagi untuk mengelolanya bersama antara Palestina dan Israel. Ini mengingatkan saya kisah tentang seorang Ibu yang anak-anaknya berebut untuk merawatnya. Setiap anak hendak menunjukkan pelayanan yang terbaik bagi orang tua yang telah melahirkannya.

Tentang Israel, lumayan panjang bila hendak kita urai bagaimana akhirnya dapat mewujud dengan struktur pemerintahan yang mendapatkan pengakuan diplomatik dari setidaknya 165 (85%) dari total 193 jumlah negara Persyarikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak Deklarasi Kemerdekaan Israel pada 14 Mei 1948 Dan uniknya dari beberapa negara itu ialah yang terdekat yakni bangsa gabungan Liga Arab, diantaranya; Mesir, Bahrain, Maroko, Sudan, Uni Emerat Arab, Yordania.

Atas mandatori dari Britania pada Palestina pada masa penundukannya, Bangsa Yahudi jadi rumpun dominan yang mendiami Israel, selain juga terdapat warga negara beraliran kepercayaan lainnya yang akhirnya mendapatkan ruang setelah perjuangan panjang.

Soal konflik berkepanjangan yang terjadi antara Israel dan Palestina serta melibatkan sekutu masing-masing awalnya pun saya menduga bahwa ini terjadi karena tendensi aliran kepercayaan yang berbeda untuk tidak menyebutnya Islam dan Non Islam. Mengingat di dua belah pihak masing-masing juga terdapat Islam dan Non Islam. 

Selain itu juga ada diantara pengamat menduga atau sampai memastikan bahwa pertikaian itu ialah bagian perebutan sumber mineral dan Israel Palestina memiliki letak strategis sebagai jalur untuk menjangkau bagian-bagian tersebut.

Bagi saya apapun motifnya, saya hanya hendak menyampaikan bahwa setiap bangsa punya hak untuk hidup. Dan untuk sampai pada tahap hidup hingga menghidupkan sama-sama kita sepakat tidak ada hal yang mudah. Butuh perjuangan. Dapat kita simak ketika Indonesia yang terdiri beragam Bangsa memilih untuk mengangkat senjata mempertahankan ‘Tanah Air’.

Terkait agenda Piala Dunia Usia 20 Tahun (U20) yang akan digelar di Indonesia sebagai Tuan Rumah. Sejak Presiden Soekarno, sikap Indonesia terhadap Israel dan Palestina tentu memiliki pertimbangan yang matang sampai kita pertahankan sampai kini.

Indonesia melalui setiap penyampaian pemerintah dari Presiden ke Presiden sikapnya jelas yakni mengecam masing-masing pihak yang menggunakan cara-cara kekerasan (khususnya kepada Israel yang dominan). Kecaman itu bukan berarti mengubah posisi Indonesia sebagai negara Non Block, walau istilah ini lebih populer pada Perang Dunia II yang menunjukkan Indonesia dan beberapa negara sesungguhnya lebih memilih untuk hidup damai daripada bertikai.

Maka atas sikap itulah Indonesia menerangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar sebagai dasar konstitusi bernegara yakni bagaimana setiap bangsa punya hak kemerdekaan. Tak terkecuali Palestina dan Israel. Penjajahan dari masing-masing pihak harus dihapuskan karena tidak sesuai perikemanusiaan dan perikeadilan.

Terakhir, apakah boleh menerima dan ataukan sebaiknya menolak Tim U20 Israel untuk berlaga di Tanah Air, bagaimana dengan Kedaulatan Bangsa Indonesia?

Jawaban itu telah UUD 1945 kita jawab dengan sendirinya, bahwa ‘kita’ Indonesia adalah bangsa yang ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan. Perdamaian abadi  dan keadilan sosial.

Kembali pada kisah orang tua yang hendak melihat anak-anaknya hidup damai, maka iapun menerima semuanya apa adanya sembari menyampaikan pesan berupa nasehat bila ada yang salah diantara saudaranya untuk sama-sama memperbaikinya. 

Dalam hal ini saya mengutip pesan leluhur Tanah Bugis perihal bagaimana menyelenggarakan perdamaian. Salah satu tahapannya adalah; “kuodding mupi ipagellori, ipagellori” artinya; “Bila dapat kita perbaiki, maka seyogyanya kita perbaiki”

Untuk membangun komunikasi dengan menciptakan keyakinan kolektif maka tentu saja ‘Juru Damai’ sebagai nafas substansial dari konstitusi Negara Kesatuan Rapublik Indonesia harus bisa berdiri dengan kejernihan perasaan dan pikiran di masing-masing pihak. 

Tidak mudah tentu saja, tapi selama kita masih di dunia ini apa yang tidak bisa kita komunikasikan? Bukankah demikian rumus dari kehidupan? kecuali kalau hidup yang kita maksud sudah berada di alam atau dimensi lainnya, saya kira rumusnya bisa saja berbeda, hehe.

Penerimaan bisa membuka kemungkinan yang lebih besar untuk mencapai perdamaiaan segala bangsa. Bisajadi juga hal itu ialah wujud perlawanan terhadap ‘hawa nafsu’ yang manusia miliki, khususnya di bulan suci Ramadhan.

Tabik, Merdeka!
Wallahu A’lam Bissawab.

Opini:
Ibrah La Iman
Penulis Novel Habibie Anak Bugis