
Samsat Parepare Ungkap Penyebab Banyak Kendaraan Milik Warga Nunggak Pajak
Berita Baru, Parepare – UPTD Samsat Kota Parepare, Sulawesi Selatan (Sulsel) mengungkapkan tingkat kepatuhan masyarakat membayar pajak kendaraan bermotor di klaim di bawah 50 persen.
Hasil itu merupakan survei yang dilakukan tim Samsat Parepare pada tahun 2023 lalu.
“Kalau tingkat kepatuhan, itu pernah ada tim melakukan survei, mungkin di 2023 tingkat kepatuhan masyarakat membayar pajak di Parepare di bawah 50 persen,” kata Kasi Pendataan dan Penagihan UPTB Badan Pendapatan Daerah Samsat Parepare, Tawakkal, Senin (5/5/2025) kemarin.
Pihaknya pun menjelaskan penyebab tingkat kepatuhan warga Parepare menunggak bayar pajak kendaraan.
Salah satunya, kata dia, kendaraan terbeli di Parepare namun di operasikan di beberapa daerah di Sulsel dan bahkan ada sampai di Kalimantan.
“Salah satunya, kendaraan itu kebetulan terbeli di Parepare. Tetap pengoperasian kendaraan tersebut tersebar di wilayah Sulawesi Selatan. Bahkan ada sampai di Kalimantan, kebetulan dekat,” jelasnya.
“Jadi mereka hanya menggunakan kendaraan tersebut sehingga terlupakan saat jatuh tempo,” tambahnya.
Selain itu, lanjut Tawakkal, ada juga kendala yang dialami tidak memiliki akses karena kendaraan tersebut dioperasikan bukan wilayah kota.
Kemudian, ekonomi yang masih terdampak dari pandemi Covid-19 dan membuat pajak kendaraannya menunggak.
“Kedua akses untuk membayar pajak itu memang dia tidak miliki karena kendaraan tersebut dioperasikan di wilayah bukan kota. Seperti mobil truk,” jelasnya.
“Alasan ketiga, memang tingkat ekonomi masyarakat. Kita tahu beberapa tahun terakhir setelah Covid memang tidak menggembirakan. Jadi mereka tidak bayar pajak karena memang tidak ada duit,” lanjut dia menambahkan.
Selanjutnya, Tawakkal menyebut alasan lainnya terjadi perpindahan kepemilikan kendaraan yang membuat kesulitan saat melakukan penagihan.
“Alasan lainnya itu karena sudah terjadi perpindahan kepemilikan kendaraan, sehingga pemilik yang tercantum namanya itu kan bukan dia lagi,” paparnya.
“Contohnya, pemilik kendaraan sudah menjual. Yang terjual itu merasa bahwa bukan namanya, jadi terkesan masa bodoh. Karena kalau ada surat teguran yang dimunculkan oleh kantor Bapenda atau Samsat, pasti atas nama yang terdaftar,” imbuhnya.
“Padahal sudah beli kendaraan tersebut, karena sudah dijual kan, tidak pindah tangan. Jadi ketika orang Bapenda atau Samsat datang melakukan penagihan, mau ketemu subyek dan obyek pajak itu, kendaraan dan orangnya, itu kita tidak ketemu.”
“Karena data kendaraan alamat, contohnya milik Adi alamatnya Bacukiki, kita ke sana tidak ada namanya Adi, tidak ada juga kendaraannya. Karena sudah dijual ke orang lain, pindah kota misalnya,” tutupnya.