Perjuangan Merekam Lagu Indonesia Raya pada Piringan Hitam
Berita Baru, Jakarta – Teknologi telah menjadi saksi sejarah Indonesia. Melalui teknologi, beragam momen dan materi bersejarah dapat direkam, disimpan, dan kini bisa dipelajari serta dilestarikan.
Salah satu teknologi yang menjadi saksi kemerdekaan Republik Indonesia adalah sebuah piringan hitam atau vinyl.
Di dalam sebuah piringan hitam, salinan rekaman lagu kebangsaan “Indonesia Raya” disimpan.
Kisah piringan hitam berisi salinan rekaman “Indonesia Raya” itu berawal saat WR Soepratman melantunkan lagu tersebut dalam Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928.
Saat itu, lagu tersebut dilantunkan menggunakan biola.
Setelah melantunkan Indonesia Raya di hadapan kongres, WR Soepratman mendatangi kawannya, Yo Kim Tjan, pengusaha sekaligus importir piringan hitam di Jakarta.
Keduanya menjalin pertemanan karena bernaung di satu kelompok orkestra yang sama.
Kedatangannya WR Soepratman, tak lain untuk meminta bantuan terkait proses perekaman lagu “Indonesia Raya”. Namun, perjuangan untuk merekam Indonesia Raya tidak mudah.
Yo Kim Tjan kemudian mengajak WR Soepratman untuk merekam lagu “Indonesia Raya” di perusahaan perekaman asing.
Ada beberapa perusahaan perekaman asing yang dikunjungi oleh WR Soepratman dan Yo Kim Tjan, dikutip Berita Baru Sulsel dari berita harian Kompas yang terbit pada 24 Oktober 1968.
Sayang, upaya itu tidak berjalan mulus bahkan menemui jalan buntu. Keduanya tak mendapati perusahaan yang berkenan merekam lagu ciptaan WR Soepratman.
Karena itu, Yo Kim Tjan bahkan harus melakukan perjalanan keliling Eropa untuk mengabadikan lagu “Indonesia Raya” ke dalam piringan hitam.
Dalam perjalanannya, Yo Kim Tjan membeli alat rekaman. Selain untuk merekam lagu “Indonesia Raya”, saat itu alat tersebut juga direncanakan dipakai perusahaan Yo Kim Tjan di Indonesia.
Setelah Yo Kim Tjan pulang dari Eropa, perekaman lagu “Indonesia Raya” dimulai. Sejumlah kendala juga ditemui selama proses perekaman menggunakan alat milik Yo Kim Tjan.
Kendati begitu, proses perekaman lagu “Indonesia Raya” dalam piringan hitam akhirnya bisa diselesaikan.
Saat itu, lagu tersebut direkam dalam format instrumental, dibawakan oleh orkestra yang dipimpin WR Soepratman tanpa syair.
Pada tahun 1957, Yo Kim Tjan menyerahkan piringan hitam yang memuat rekaman pertama lagu “Indonesa Raya” kepada Djawatan Kebudayaan RI. Yo Kim Tjan tutup usia pada 21 Oktober 1968.
Disimpan demi kemerdekaan
Dokumentasi sejarah itu sebelumnya disimpan oleh Yo Kim Tjan sesuai amanat dari WR Soepratman sebelum meninggal pada 1938.
“Tolong dijaga, Pak Yo. Ini untuk kemerdekaan kita,” wasiat WR Supratman, dikutip Berita Baru Sulsel dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, didasarkan pada cerita Udaya Halim, pemilik Museum Benteng Heritage, Tangerang.
Namun, piringan hitam itu beserta salinannya kemudian disita oleh Jend A.W.S Mallaby. Pada tahun 1950, Presiden Soekarno meminta Belanda mengaransemen lagu Indonesia Raya karya WR Soepratman menjadi versi mars seperti yang dinyanyikan masyarakat Indonesia saat ini.
Ketika ditelusuri oleh Udaya Halim, pemilik Museum Benteng Heritage di Tangerang, salinan lagu “Indonesia Raya” ternyata disimpan dan dibawa kemana pun Yo Kim Tjan pergi mengungsi.
Hal ini dinyatakan Udaya Halim setelah menemui Kartika, anak dari Yo Kim Tjan, yang masih memegang salinan lagu “Indonesia Raya” versi keroncong.
Kini salinan lagu Indonesia Raya itu sudah diperbanyak dan salah satunya disimpan di Museum Benteng Heritage di Tangerang.