Kolom – Beritabaru.co Sulawesi Selatan https://sulsel.beritabaru.co Meluruskan Distorsi Informasi Fri, 03 Jan 2025 07:53:26 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.7.1 https://sulsel.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/26/2023/02/cropped-Favicon-BB-32x32.png Kolom – Beritabaru.co Sulawesi Selatan https://sulsel.beritabaru.co 32 32 Pemberdayaan Perempuan dalam Pendidikan Islam: Perspektif Tafsir Al-Qur’an dan Hadits https://sulsel.beritabaru.co/pemberdayaan-perempuan-dalam-pendidikan-islam-perspektif-tafsir-al-quran-dan-hadits/ https://sulsel.beritabaru.co/pemberdayaan-perempuan-dalam-pendidikan-islam-perspektif-tafsir-al-quran-dan-hadits/#respond Fri, 03 Jan 2025 07:52:01 +0000 https://sulsel.beritabaru.co/?p=96005 perempuan

Herfina Mulya
Mahasiswa S2 Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah IAIN Parepare


Pendahuluan

Pemberdayaan perempuan dalam pendidikan Islam adalah suatu hal yang sangat penting dan relevan untuk dibahas dalam konteks masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Dalam agama Islam, perempuan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan masyarakat dan keluarga. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana tafsir Al-Qur'an dan hadits dapat memberikan panduan dan pemahaman yang tepat terkait dengan pemberdayaan perempuan dalam pendidikan Islam. Artikel ini akan membahas pentingnya pemberdayaan perempuan dalam pendidikan Islam, perspektif tafsir Al-Qur'an dan hadits terkait dengan pemberdayaan perempuan, serta upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemberdayaan Perempuan dalam pendidikan Islam di Indonesia.

Pemberdayaan Perempuan dalam Pendidikan Islam

Pemberdayaan perempuan dalam pendidikan Islam mencakup berbagai aspek, termasuk pendidikan formal, pendidikan agama, dan pendidikan kehidupan sehari-hari. Pendidikan formal adalah pendidikan formal yang diberikan di lembaga pendidikan seperti sekolah dan universitas. Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama Islam. Pendidikan kehidupan sehari-hari adalah pendidikan yang memberikan keterampilan dan pengetahuan praktis yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Tafsir Al-Qur'an dan Hadits tentang Pemberdayaan Perempuan

Tafsir Al-Qur'an dan hadits memberikan panduan dan pemahaman yang penting terkait dengan pemberdayaan perempuan dalam pendidikan Islam.

Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang menekankan pentingnya pendidikan dan pengetahuan bagi perempuan. Misalnya, dalam Surah Al-Imran ayat 190, Allah berfirman, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan."

Hadits juga memberikan panduan yang penting terkait dengan pendidikan perempuan. Misalnya, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang mengajarkan suatu ilmu, maka ia akan mendapatkan pahala orang yang mengamalkannya, tanpa mengurangi pahala orang yang mengamalkannya tersebut."

Upaya Meningkatkan Pemberdayaan Perempuan dalam Pendidikan Islam di Indonesia

Untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam pendidikan Islam di Indonesia, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan. Pertama, pemerintah dapat meningkatkan akses perempuan terhadap pendidikan formal dan pendidikan agama.

Hal ini dapat dilakukan dengan membangun lebih banyak sekolah dan universitas yang memperhatikan kebutuhan perempuan, serta menyediakan beasiswa dan bantuan finansial untuk perempuan yang ingin melanjutkan pendidikan mereka.

Kedua, masyarakat dan lembaga agama dapat memberikan dukungan dan motivasi kepada perempuan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui program-program pelatihan dan kursus yang ditujukan khusus untuk perempuan, serta melalui pengadaan seminar dan lokakarya yang membahas isu-isu terkait dengan pemberdayaan perempuan dalam pendidikan Islam.

Kesimpulan

Pemberdayaan perempuan dalam pendidikan Islam adalah suatu hal yang sangat penting dalam konteks masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Dalam agama Islam, perempuan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan masyarakat dan keluarga. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana tafsir Al-Qur'an dan hadits dapat memberikan panduan dan pemahaman yang tepat terkait dengan pemberdayaan perempuan dalam pendidikan Islam. Dengan meningkatkan akses perempuan terhadap pendidikan formal dan pendidikan agama, serta memberikan dukungan dan motivasi kepada perempuan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka, kita dapat meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam pendidikan Islam di Indonesia.

Daftar Pustaka

Rahmawati, Dina Nur dkk. Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2018. Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2018.

Subhan, Zaitunah. Al-Qur’an dan Perempuan (Menuju Kesetaraan Gender dalam Penafsiran). Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP. 2015.

Suhariyanto. Pembangunan Manusia Berbasis Gender. Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2018.

Rodliyah, S. “Kepribadian Pemimpin Perempuan dalam Perspektif Islam,” Jurnal Kependidikan dan Kemasyrakatan, 12(1), 2016

Ubaidillah, “Peran Sosial Perempuan Dalam Al-Qur`An,” Kafa’ah Journal, 10 (1), 2020

]]>
perempuan

Herfina Mulya
Mahasiswa S2 Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah IAIN Parepare


Pendahuluan

Pemberdayaan perempuan dalam pendidikan Islam adalah suatu hal yang sangat penting dan relevan untuk dibahas dalam konteks masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Dalam agama Islam, perempuan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan masyarakat dan keluarga. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana tafsir Al-Qur'an dan hadits dapat memberikan panduan dan pemahaman yang tepat terkait dengan pemberdayaan perempuan dalam pendidikan Islam. Artikel ini akan membahas pentingnya pemberdayaan perempuan dalam pendidikan Islam, perspektif tafsir Al-Qur'an dan hadits terkait dengan pemberdayaan perempuan, serta upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemberdayaan Perempuan dalam pendidikan Islam di Indonesia.

Pemberdayaan Perempuan dalam Pendidikan Islam

Pemberdayaan perempuan dalam pendidikan Islam mencakup berbagai aspek, termasuk pendidikan formal, pendidikan agama, dan pendidikan kehidupan sehari-hari. Pendidikan formal adalah pendidikan formal yang diberikan di lembaga pendidikan seperti sekolah dan universitas. Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama Islam. Pendidikan kehidupan sehari-hari adalah pendidikan yang memberikan keterampilan dan pengetahuan praktis yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Tafsir Al-Qur'an dan Hadits tentang Pemberdayaan Perempuan

Tafsir Al-Qur'an dan hadits memberikan panduan dan pemahaman yang penting terkait dengan pemberdayaan perempuan dalam pendidikan Islam.

Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang menekankan pentingnya pendidikan dan pengetahuan bagi perempuan. Misalnya, dalam Surah Al-Imran ayat 190, Allah berfirman, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan."

Hadits juga memberikan panduan yang penting terkait dengan pendidikan perempuan. Misalnya, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang mengajarkan suatu ilmu, maka ia akan mendapatkan pahala orang yang mengamalkannya, tanpa mengurangi pahala orang yang mengamalkannya tersebut."

Upaya Meningkatkan Pemberdayaan Perempuan dalam Pendidikan Islam di Indonesia

Untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam pendidikan Islam di Indonesia, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan. Pertama, pemerintah dapat meningkatkan akses perempuan terhadap pendidikan formal dan pendidikan agama.

Hal ini dapat dilakukan dengan membangun lebih banyak sekolah dan universitas yang memperhatikan kebutuhan perempuan, serta menyediakan beasiswa dan bantuan finansial untuk perempuan yang ingin melanjutkan pendidikan mereka.

Kedua, masyarakat dan lembaga agama dapat memberikan dukungan dan motivasi kepada perempuan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui program-program pelatihan dan kursus yang ditujukan khusus untuk perempuan, serta melalui pengadaan seminar dan lokakarya yang membahas isu-isu terkait dengan pemberdayaan perempuan dalam pendidikan Islam.

Kesimpulan

Pemberdayaan perempuan dalam pendidikan Islam adalah suatu hal yang sangat penting dalam konteks masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Dalam agama Islam, perempuan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan masyarakat dan keluarga. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana tafsir Al-Qur'an dan hadits dapat memberikan panduan dan pemahaman yang tepat terkait dengan pemberdayaan perempuan dalam pendidikan Islam. Dengan meningkatkan akses perempuan terhadap pendidikan formal dan pendidikan agama, serta memberikan dukungan dan motivasi kepada perempuan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka, kita dapat meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam pendidikan Islam di Indonesia.

Daftar Pustaka

Rahmawati, Dina Nur dkk. Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2018. Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2018.

Subhan, Zaitunah. Al-Qur’an dan Perempuan (Menuju Kesetaraan Gender dalam Penafsiran). Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP. 2015.

Suhariyanto. Pembangunan Manusia Berbasis Gender. Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2018.

Rodliyah, S. “Kepribadian Pemimpin Perempuan dalam Perspektif Islam,” Jurnal Kependidikan dan Kemasyrakatan, 12(1), 2016

Ubaidillah, “Peran Sosial Perempuan Dalam Al-Qur`An,” Kafa’ah Journal, 10 (1), 2020

]]>
https://sulsel.beritabaru.co/pemberdayaan-perempuan-dalam-pendidikan-islam-perspektif-tafsir-al-quran-dan-hadits/feed/ 0 https://sulsel.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/26/2025/01/images-11-1-300x200.jpeg
Tafsir Kenaikan Gaji Guru https://sulsel.beritabaru.co/tafsir-kenaikan-gaji-guru/ https://sulsel.beritabaru.co/tafsir-kenaikan-gaji-guru/#respond Mon, 02 Dec 2024 14:00:18 +0000 https://sulsel.beritabaru.co/?p=95711 kenaikan gaji guru

Penulis: M. Haris Syah (Guru, mahasiswa PPs Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Sidrap)


Dulu yang ada tafsirnya cuma Alquran dan hadis. Mimpi juga kadang perlu tafsir buat pasang togel. Sekarang, pidato presiden juga harus ditafsirkan. Kata Gadamer (1999), penafsiran adalah usaha memahami realitas. Inilah yang sedang dialami guru-guru Indonesia. Untuk tau gajinya naik apa tidak, guru berupaya menafsirkan setiap kalimat yang dilontarkan Presiden saat mengumumkan kenaikan gaji guru dalam puncak Hari Guru Nasional 2024, Kamis (28/11/2024) lalu. Berikut kutipan utuh pengumuman tersebut: "Guru ASN mendapatkan tambahan kesejahteraan sebesar satu kali gaji pokok. Guru non-ASN nilai tunjangan profesinya ditingkatkan menjadi 2 juta rupiah per bulan" Pernyataan ini disambut aplaus gegap gempita. Bahkan presiden sampai menangis. Tetapi ekspektasi tinggi dari guru, dipadu bahasa yang ambigu dari pak Presiden, memunculkan beragam tafsir. Pertama, tambahan kesejahteraan apa yang dimaksud? gaji pokok-kah atau tunjangan profesi guru (TPG) ? Perhatikan bahwa Presiden menggunakan 2 istilah berbeda dalam pengumuman ini. Untuk Guru ASN presiden menyebutnya 'tambahan kesejahteraan'. Sementara untuk guru non-ASN secara gamblang presiden menyebut 'tunjangan profesi'. Lantas jenis guru ASN mana yang bisa menerima tambahan kesejahteraan ini? Seluruh guru bersertifikat, atau guru yang baru lulus pilotting 1,2, dan 3 tahun ini ? Pertanyaan selanjutnya, TPG selama ini sudah diterima guru bersertifikat profesi, dengan nilai 1x gaji pokok sesuai UU Nomor 14 Tahun 2005. Sehingga jika yang dimaksud presiden adalah TPG, apa justru tidak ada kenaikan untuk guru ASN bersertifikat? Kecuali jika TPG ditambah sebanyak 1 bulan gaji. Artinya, jika selama ini guru menerima 12 bulan TPG dalam setahun, ditambah 1 bulan gaji menjadi 13 bulan. Ini nampaknya penafsiran yang paling dekat. Ada juga yang menyebut tambahan kesejahteraan ini diberikan dalam nomenklatur lain diluar gaji pokok dan TPG. Pertanyaannya apakah dibayar setiap bulan, sekali per triwulan, atau hanya sekali setahun? Presiden hanya menyebut tunjangan profesi Rp2 juta per bulan untuk guru non-ASN. Sementara untuk guru ASN tidak jelas periodik pembayarannya. Versi tafsir paling ngarep juga ada. Tambahan kesejahteraan sebesar satu kali gaji pokok yang dimaksud Prabowo, diberikan setiap bulan dalam skema penggajian. Artinya gaji guru dobel, diluar TPG. Mantap kali kalau ini yang terjadi 😀 Hal lain yang juga penting, ini kesekian kali pernyataan presiden menimbulkan perdebatan. Padahal naskah pidato presiden harus melalui analisis ketat dan paraf berderet-deret sebelum diucapkan ke publik. Sayang jika pidato sepenting ini justru menimbulkan kekecewaan alih-alih memperoleh legitimasi kekuasaan sebagaimana salah satu tujuan pidato menurut Amar (1981). Jadi jangan salahkan 3,4 juta guru Indonesia bila ekspektasi mereka tinggi. Mereka menunggu permen dan juknis yang memperjelas pernyataan presiden. Pun jika tidak sesuai harapan, guru sudah terbiasa jadi dagangan menarik di masa kampanye. Guru tetap pada khittahnya. Objek uji coba kurikulum yang dihantui seabrek kertas administrasi, belasan aplikasi, dan ancaman kriminalisasi. Menutup tulisan ini, ada quote dari alena beliau Hashim Djojohadikusumo. Quote yang sebaiknya dibuatkan prasasti dan dipasang di kantor presiden. "...Tolong sampaikan ke semua guru di Indonesia, Prabowo-Gibran akan menambah gaji mereka Rp 2 juta per bulan selama 13 bulan..."]]>
kenaikan gaji guru

Penulis: M. Haris Syah (Guru, mahasiswa PPs Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Sidrap)


Dulu yang ada tafsirnya cuma Alquran dan hadis. Mimpi juga kadang perlu tafsir buat pasang togel. Sekarang, pidato presiden juga harus ditafsirkan. Kata Gadamer (1999), penafsiran adalah usaha memahami realitas. Inilah yang sedang dialami guru-guru Indonesia. Untuk tau gajinya naik apa tidak, guru berupaya menafsirkan setiap kalimat yang dilontarkan Presiden saat mengumumkan kenaikan gaji guru dalam puncak Hari Guru Nasional 2024, Kamis (28/11/2024) lalu. Berikut kutipan utuh pengumuman tersebut: "Guru ASN mendapatkan tambahan kesejahteraan sebesar satu kali gaji pokok. Guru non-ASN nilai tunjangan profesinya ditingkatkan menjadi 2 juta rupiah per bulan" Pernyataan ini disambut aplaus gegap gempita. Bahkan presiden sampai menangis. Tetapi ekspektasi tinggi dari guru, dipadu bahasa yang ambigu dari pak Presiden, memunculkan beragam tafsir. Pertama, tambahan kesejahteraan apa yang dimaksud? gaji pokok-kah atau tunjangan profesi guru (TPG) ? Perhatikan bahwa Presiden menggunakan 2 istilah berbeda dalam pengumuman ini. Untuk Guru ASN presiden menyebutnya 'tambahan kesejahteraan'. Sementara untuk guru non-ASN secara gamblang presiden menyebut 'tunjangan profesi'. Lantas jenis guru ASN mana yang bisa menerima tambahan kesejahteraan ini? Seluruh guru bersertifikat, atau guru yang baru lulus pilotting 1,2, dan 3 tahun ini ? Pertanyaan selanjutnya, TPG selama ini sudah diterima guru bersertifikat profesi, dengan nilai 1x gaji pokok sesuai UU Nomor 14 Tahun 2005. Sehingga jika yang dimaksud presiden adalah TPG, apa justru tidak ada kenaikan untuk guru ASN bersertifikat? Kecuali jika TPG ditambah sebanyak 1 bulan gaji. Artinya, jika selama ini guru menerima 12 bulan TPG dalam setahun, ditambah 1 bulan gaji menjadi 13 bulan. Ini nampaknya penafsiran yang paling dekat. Ada juga yang menyebut tambahan kesejahteraan ini diberikan dalam nomenklatur lain diluar gaji pokok dan TPG. Pertanyaannya apakah dibayar setiap bulan, sekali per triwulan, atau hanya sekali setahun? Presiden hanya menyebut tunjangan profesi Rp2 juta per bulan untuk guru non-ASN. Sementara untuk guru ASN tidak jelas periodik pembayarannya. Versi tafsir paling ngarep juga ada. Tambahan kesejahteraan sebesar satu kali gaji pokok yang dimaksud Prabowo, diberikan setiap bulan dalam skema penggajian. Artinya gaji guru dobel, diluar TPG. Mantap kali kalau ini yang terjadi 😀 Hal lain yang juga penting, ini kesekian kali pernyataan presiden menimbulkan perdebatan. Padahal naskah pidato presiden harus melalui analisis ketat dan paraf berderet-deret sebelum diucapkan ke publik. Sayang jika pidato sepenting ini justru menimbulkan kekecewaan alih-alih memperoleh legitimasi kekuasaan sebagaimana salah satu tujuan pidato menurut Amar (1981). Jadi jangan salahkan 3,4 juta guru Indonesia bila ekspektasi mereka tinggi. Mereka menunggu permen dan juknis yang memperjelas pernyataan presiden. Pun jika tidak sesuai harapan, guru sudah terbiasa jadi dagangan menarik di masa kampanye. Guru tetap pada khittahnya. Objek uji coba kurikulum yang dihantui seabrek kertas administrasi, belasan aplikasi, dan ancaman kriminalisasi. Menutup tulisan ini, ada quote dari alena beliau Hashim Djojohadikusumo. Quote yang sebaiknya dibuatkan prasasti dan dipasang di kantor presiden. "...Tolong sampaikan ke semua guru di Indonesia, Prabowo-Gibran akan menambah gaji mereka Rp 2 juta per bulan selama 13 bulan..."]]>
https://sulsel.beritabaru.co/tafsir-kenaikan-gaji-guru/feed/ 0 https://sulsel.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/26/2024/12/tafsir-kenaikan-gaji-guru-300x169.jpg
Bolu Peca dan Dange: Aku Sebut Ia Kenangan | Puisi-puisi Sultan Musa https://sulsel.beritabaru.co/bolu-peca-dan-dange-aku-sebut-ia-kenangan-puisi-puisi-sultan-musa/ https://sulsel.beritabaru.co/bolu-peca-dan-dange-aku-sebut-ia-kenangan-puisi-puisi-sultan-musa/#respond Wed, 06 Nov 2024 11:39:56 +0000 https://sulsel.beritabaru.co/?p=95096 dange

Bolu Peca

aroma dan godaan manisnya berpadu sore hari ini, seperti candu manisnya menjebak semakin dirasa, semakin banyak yang terpendam mereka menyebut aku Bolu Peca pada pekat gula merah memendamku seperti menyematkan sayap janji pun teringat kata yang gusar dari gundah hilang berganti ternyata gulana kembali; terendam mencium resapan manisku sebuah rindu terbayang sajian leluhur Bugis bila ingat akan kembali peluh bergelora, merantau entah berlabuh kemana akhirnya sebuah sendok memotongku, secuplik kilatan membentang luas cerminan tauladan perantau melekat tradisi orang Bugis karena kita di mata Sang Pencipta dalam bingkai memeluk doa sederhana semerbak daun pandan menyiratkan pelukan sepadan terhadap apa yang dirindu dalam siraman jiwa yang mewaktu mengunci manisku bak peneguh, merebak siraman cerita bergemuruh sebagai sepotong perjalanan yang tak tertahan raga "meratap manisku bila kau melupakanku" #2023

DANGE: Aku Sebut Ia Kenangan

Mengulang perjalananku di kota Parepare teringat sore hari itu menikmati Dange bersamamu Ah, bayanganmu selalu aku kunyah ...aku telah lukis senyum manismu Semerbak Dange menggodaku tak hentinya, melebur riuh ucapan janjimu Namun, ada percikan mengejutkan menenggelamkan dalam ruang dusta; 'kau hadir, lalu meninggalkanku bersama sepotong Dange' Apakah perlu meratapi ? .....sesederhana mengutip sajak "bila masa itu ada.....aku yakin esok pasti berjumpa, dengan hati yang berbeda" #2022
[caption id="attachment_94704" align="aligncenter" width="337"]dange Sultan Musa berasal dari Samarinda, Kalimantan Timur, Indonesia. Tulisannya tersiar di berbagai platform media online & media cetak Nasional maupun Internasional. Karya-karyanya masuk dalam beberapa Antologi bersama penyair Nasional & Internasional.
Puisinya terpilih pada event "Challenge Heart and Art for Change" Collegno Fòl Fest Turin - Italia (2024).
Tercatat pula dibuku “Apa & Siapa Penyair Indonesia–Yayasan Hari Puisi Indonesia” Jakarta 2017. Adapun akun Instagram: @sultanmusa97.[/caption]]]>
dange

Bolu Peca

aroma dan godaan manisnya berpadu sore hari ini, seperti candu manisnya menjebak semakin dirasa, semakin banyak yang terpendam mereka menyebut aku Bolu Peca pada pekat gula merah memendamku seperti menyematkan sayap janji pun teringat kata yang gusar dari gundah hilang berganti ternyata gulana kembali; terendam mencium resapan manisku sebuah rindu terbayang sajian leluhur Bugis bila ingat akan kembali peluh bergelora, merantau entah berlabuh kemana akhirnya sebuah sendok memotongku, secuplik kilatan membentang luas cerminan tauladan perantau melekat tradisi orang Bugis karena kita di mata Sang Pencipta dalam bingkai memeluk doa sederhana semerbak daun pandan menyiratkan pelukan sepadan terhadap apa yang dirindu dalam siraman jiwa yang mewaktu mengunci manisku bak peneguh, merebak siraman cerita bergemuruh sebagai sepotong perjalanan yang tak tertahan raga "meratap manisku bila kau melupakanku" #2023

DANGE: Aku Sebut Ia Kenangan

Mengulang perjalananku di kota Parepare teringat sore hari itu menikmati Dange bersamamu Ah, bayanganmu selalu aku kunyah ...aku telah lukis senyum manismu Semerbak Dange menggodaku tak hentinya, melebur riuh ucapan janjimu Namun, ada percikan mengejutkan menenggelamkan dalam ruang dusta; 'kau hadir, lalu meninggalkanku bersama sepotong Dange' Apakah perlu meratapi ? .....sesederhana mengutip sajak "bila masa itu ada.....aku yakin esok pasti berjumpa, dengan hati yang berbeda" #2022
[caption id="attachment_94704" align="aligncenter" width="337"]dange Sultan Musa berasal dari Samarinda, Kalimantan Timur, Indonesia. Tulisannya tersiar di berbagai platform media online & media cetak Nasional maupun Internasional. Karya-karyanya masuk dalam beberapa Antologi bersama penyair Nasional & Internasional.
Puisinya terpilih pada event "Challenge Heart and Art for Change" Collegno Fòl Fest Turin - Italia (2024).
Tercatat pula dibuku “Apa & Siapa Penyair Indonesia–Yayasan Hari Puisi Indonesia” Jakarta 2017. Adapun akun Instagram: @sultanmusa97.[/caption]]]>
https://sulsel.beritabaru.co/bolu-peca-dan-dange-aku-sebut-ia-kenangan-puisi-puisi-sultan-musa/feed/ 0 https://sulsel.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/26/2024/11/dange-aku-sebut-ia-kenangan-226x300.jpg
Lelaki Cantik di Ruang Lingkup Akademis https://sulsel.beritabaru.co/lelaki-cantik-di-ruang-lingkup-akademis/ https://sulsel.beritabaru.co/lelaki-cantik-di-ruang-lingkup-akademis/#respond Tue, 29 Oct 2024 14:17:37 +0000 https://sulsel.beritabaru.co/?p=94916 iqbal

Penulis: Muhammad Iqbal


Penulis memulai tulisan ini dengan menjelaskan bahwa judul yang diangkat merupakan proyek yang sempat terhenti. Awalnya, judul ini direncanakan sebagai buku yang mulai digarap pada awal tahun 2020, tepat saat pandemi Covid-19 melanda. Namun, hingga akhir tahun 2024, proyek buku tersebut belum juga selesai. Penulis menyadari bahwa manajemen waktunya masih kurang baik, sehingga tidak memberikan cukup fokus dan waktu untuk menyelesaikan buku yang baru terdiri dari tiga bab dengan total 57 halaman. Karena itu, penulis berinisiatif menjadikan tulisan ini sebagai gambaran awal dari buku yang ingin ditulisnya. Terinspirasi dari buku “Dilarang Gondrong” karya Aria Wiratma yudhistira yang menceritakan tentang bagaimana stereotip yang di bangun di masa orde baru terhadap lelaki/anak muda yang berambut Panjang atau gondrong adalah representase dari lelaki urakan dan pembangkang sehingga si penulis berencana membuat buku yang menceritakan bagaimana seorang lelaki yang berambut gondrong dalam ruang lingkup akademis atau perkuliahan. Sebelumnya si penulis juga pernah merasakan berambut Panjang kisaran waktu 2019 sampai 2021 dan dari itu teman-teman sipenulis banyak menyebutnya sebagai Lelaki Cantik di karenakan banyak perempuan yang iri melihat rambutnya yang Panjang dan lurus seperti rambut yang di impikan oleh semua kaum Hawa maka dari itu penulis mendapatkan ide untuk membuat buku yang berjudul “Lelaki Cantik di Ruang Lingkup Akademis”

Batas-batas Kerapian

Pelarangan rambut gondrong di kampus sering kali menjadi isu kontroversial yang memicu perdebatan antara pihak kampus dan mahasiswa. Kampus beralasan bahwa kebijakan ini penting untuk menjaga disiplin, kerapian, dan etika berpenampilan sebagai bagian dari pembentukan karakter mahasiswa. Sebagai institusi pendidikan, kampus merasa bertanggung jawab tidak hanya dalam pengembangan intelektual, tetapi juga dalam membentuk sikap dan perilaku sesuai norma sosial yang lebih luas. Dalam hal ini, rambut gondrong sering dianggap sebagai simbol ketidakpatuhan atau sikap acuh terhadap aturan. Namun, banyak yang berpendapat bahwa pelarangan rambut gondrong melanggar hak individu untuk mengekspresikan diri. Rambut gondrong merupakan salah satu bentuk ekspresi yang tidak seharusnya diatur dengan ketat oleh institusi pendidikan. Kampus seharusnya mendukung kebebasan berekspresi dan keragaman, selama tidak mengganggu proses pembelajaran atau hak orang lain. Kebijakan ini dianggap tidak relevan dengan kualitas intelektual atau prestasi akademik seseorang dan bisa dilihat sebagai tindakan diskriminatif.

Melawan Stereotip Rambut Gondrong

Sebagai penulis, saya sendiri mengalami dampak dari aturan kampus yang melarang mahasiswa berambut gondrong. Dalam satu kesempatan, seorang dosen di kelas saya memaksa saya untuk memotong rambut agar bisa mengikuti perkuliahan berikutnya. Pengalaman ini memperkuat keyakinan saya bahwa penampilan fisik seperti rambut gondrong tidak semestinya menjadi dasar penilaian terhadap moral atau perilaku seseorang. Pengalaman pribadi ini mempertegas bahwa aturan terkait penampilan seringkali lebih berbasis pada stereotip ketimbang kebutuhan akademis atau moralitas. Ini menggambarkan bagaimana otoritas akademis bisa terlalu jauh dalam mengatur ekspresi individu. Anggapan bahwa seseorang dengan rambut gondrong identik dengan perilaku buruk atau tidak disiplin adalah stereotip yang dangkal. Stereotip semacam ini sering kali lahir dari bias sosial yang mengaitkan penampilan fisik dengan karakter moral seseorang. Faktanya, penampilan luar adalah pilihan pribadi dan tidak mencerminkan integritas atau nilai moral seseorang. Banyak tokoh berpengaruh dari berbagai bidang, seperti filsuf dan musisi, memilih untuk berambut panjang sebagai bagian dari identitas mereka, tanpa memperlihatkan perilaku yang merugikan masyarakat. Menilai seseorang hanya dari penampilan luar merupakan bentuk diskriminasi yang tidak adil. Orang berambut pendek atau berpenampilan rapi juga bisa terlibat dalam perilaku negatif, sementara banyak orang dengan rambut gondrong memiliki moralitas tinggi dan berkontribusi positif dalam masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk tidak menghakimi seseorang berdasarkan penampilan fisik, melainkan berdasarkan tindakan, nilai, dan karakter mereka. Penting untuk menegaskan bahwa kampus seharusnya menjadi ruang yang mendukung kebebasan intelektual dan ekspresi individu. Penampilan fisik, seperti rambut gondrong, tidak seharusnya dijadikan tolok ukur moralitas atau kedisiplinan mahasiswa. Pendidikan semestinya lebih fokus pada pengembangan karakter melalui nilai-nilai yang relevan dengan intelektualisme, kreativitas, dan tanggung jawab sosial, bukan pada penilaian superfisial yang hanya didasarkan pada estetika. Menghargai keragaman ekspresi merupakan salah satu cara untuk menciptakan lingkungan akademis yang inklusif, di mana mahasiswa dapat mengekspresikan diri secara bebas tanpa takut mendapat diskriminasi. Sebagai generasi yang akan membentuk masa depan, kita harus belajar untuk melampaui stereotip dan melihat seseorang berdasarkan kualitas intelektual dan moral yang sesungguhnya. Rambut gondrong hanyalah salah satu aspek fisik, sementara apa yang benar-benar penting adalah kontribusi seseorang terhadap masyarakat dan kemanusiaan.]]>
iqbal

Penulis: Muhammad Iqbal


Penulis memulai tulisan ini dengan menjelaskan bahwa judul yang diangkat merupakan proyek yang sempat terhenti. Awalnya, judul ini direncanakan sebagai buku yang mulai digarap pada awal tahun 2020, tepat saat pandemi Covid-19 melanda. Namun, hingga akhir tahun 2024, proyek buku tersebut belum juga selesai. Penulis menyadari bahwa manajemen waktunya masih kurang baik, sehingga tidak memberikan cukup fokus dan waktu untuk menyelesaikan buku yang baru terdiri dari tiga bab dengan total 57 halaman. Karena itu, penulis berinisiatif menjadikan tulisan ini sebagai gambaran awal dari buku yang ingin ditulisnya. Terinspirasi dari buku “Dilarang Gondrong” karya Aria Wiratma yudhistira yang menceritakan tentang bagaimana stereotip yang di bangun di masa orde baru terhadap lelaki/anak muda yang berambut Panjang atau gondrong adalah representase dari lelaki urakan dan pembangkang sehingga si penulis berencana membuat buku yang menceritakan bagaimana seorang lelaki yang berambut gondrong dalam ruang lingkup akademis atau perkuliahan. Sebelumnya si penulis juga pernah merasakan berambut Panjang kisaran waktu 2019 sampai 2021 dan dari itu teman-teman sipenulis banyak menyebutnya sebagai Lelaki Cantik di karenakan banyak perempuan yang iri melihat rambutnya yang Panjang dan lurus seperti rambut yang di impikan oleh semua kaum Hawa maka dari itu penulis mendapatkan ide untuk membuat buku yang berjudul “Lelaki Cantik di Ruang Lingkup Akademis”

Batas-batas Kerapian

Pelarangan rambut gondrong di kampus sering kali menjadi isu kontroversial yang memicu perdebatan antara pihak kampus dan mahasiswa. Kampus beralasan bahwa kebijakan ini penting untuk menjaga disiplin, kerapian, dan etika berpenampilan sebagai bagian dari pembentukan karakter mahasiswa. Sebagai institusi pendidikan, kampus merasa bertanggung jawab tidak hanya dalam pengembangan intelektual, tetapi juga dalam membentuk sikap dan perilaku sesuai norma sosial yang lebih luas. Dalam hal ini, rambut gondrong sering dianggap sebagai simbol ketidakpatuhan atau sikap acuh terhadap aturan. Namun, banyak yang berpendapat bahwa pelarangan rambut gondrong melanggar hak individu untuk mengekspresikan diri. Rambut gondrong merupakan salah satu bentuk ekspresi yang tidak seharusnya diatur dengan ketat oleh institusi pendidikan. Kampus seharusnya mendukung kebebasan berekspresi dan keragaman, selama tidak mengganggu proses pembelajaran atau hak orang lain. Kebijakan ini dianggap tidak relevan dengan kualitas intelektual atau prestasi akademik seseorang dan bisa dilihat sebagai tindakan diskriminatif.

Melawan Stereotip Rambut Gondrong

Sebagai penulis, saya sendiri mengalami dampak dari aturan kampus yang melarang mahasiswa berambut gondrong. Dalam satu kesempatan, seorang dosen di kelas saya memaksa saya untuk memotong rambut agar bisa mengikuti perkuliahan berikutnya. Pengalaman ini memperkuat keyakinan saya bahwa penampilan fisik seperti rambut gondrong tidak semestinya menjadi dasar penilaian terhadap moral atau perilaku seseorang. Pengalaman pribadi ini mempertegas bahwa aturan terkait penampilan seringkali lebih berbasis pada stereotip ketimbang kebutuhan akademis atau moralitas. Ini menggambarkan bagaimana otoritas akademis bisa terlalu jauh dalam mengatur ekspresi individu. Anggapan bahwa seseorang dengan rambut gondrong identik dengan perilaku buruk atau tidak disiplin adalah stereotip yang dangkal. Stereotip semacam ini sering kali lahir dari bias sosial yang mengaitkan penampilan fisik dengan karakter moral seseorang. Faktanya, penampilan luar adalah pilihan pribadi dan tidak mencerminkan integritas atau nilai moral seseorang. Banyak tokoh berpengaruh dari berbagai bidang, seperti filsuf dan musisi, memilih untuk berambut panjang sebagai bagian dari identitas mereka, tanpa memperlihatkan perilaku yang merugikan masyarakat. Menilai seseorang hanya dari penampilan luar merupakan bentuk diskriminasi yang tidak adil. Orang berambut pendek atau berpenampilan rapi juga bisa terlibat dalam perilaku negatif, sementara banyak orang dengan rambut gondrong memiliki moralitas tinggi dan berkontribusi positif dalam masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk tidak menghakimi seseorang berdasarkan penampilan fisik, melainkan berdasarkan tindakan, nilai, dan karakter mereka. Penting untuk menegaskan bahwa kampus seharusnya menjadi ruang yang mendukung kebebasan intelektual dan ekspresi individu. Penampilan fisik, seperti rambut gondrong, tidak seharusnya dijadikan tolok ukur moralitas atau kedisiplinan mahasiswa. Pendidikan semestinya lebih fokus pada pengembangan karakter melalui nilai-nilai yang relevan dengan intelektualisme, kreativitas, dan tanggung jawab sosial, bukan pada penilaian superfisial yang hanya didasarkan pada estetika. Menghargai keragaman ekspresi merupakan salah satu cara untuk menciptakan lingkungan akademis yang inklusif, di mana mahasiswa dapat mengekspresikan diri secara bebas tanpa takut mendapat diskriminasi. Sebagai generasi yang akan membentuk masa depan, kita harus belajar untuk melampaui stereotip dan melihat seseorang berdasarkan kualitas intelektual dan moral yang sesungguhnya. Rambut gondrong hanyalah salah satu aspek fisik, sementara apa yang benar-benar penting adalah kontribusi seseorang terhadap masyarakat dan kemanusiaan.]]>
https://sulsel.beritabaru.co/lelaki-cantik-di-ruang-lingkup-akademis/feed/ 0 https://sulsel.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/26/2024/10/muhammad-iqbal-284x300.jpeg
Menjawab Tantangan dan Peluang Pemuda di Zaman Teknologi https://sulsel.beritabaru.co/menjawab-tantangan-dan-peluang-pemuda-di-zaman-teknologi/ https://sulsel.beritabaru.co/menjawab-tantangan-dan-peluang-pemuda-di-zaman-teknologi/#respond Mon, 21 Oct 2024 14:21:31 +0000 https://sulsel.beritabaru.co/?p=94800 teknologi

Hastari Hudri Penulis


Berangkat dari satu adagium dari tokoh dunia, Nelson Mandela menegaskan bahwa “Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang bisa anda gunakan untuk mengubah dunia.” Terlepas dari itu, zaman terus berkembang. Mau tidak mau pendidikan harus adaptif sejalan dengan perubahan zaman demi mewujudkan perubahan sosial yang transformatif. Dari sini timbul pertanyaan, apa yang harus dilakukan untuk mewujudkan pendidikan yang sesuai perkembangan zaman? Zaman teknologi yang begitu cepat, dunia kerja mengalami transformasi besar. Digitalisasi, otomatisasi, dan perkembangan kecerdasan buatan AI. Hal tersebut yang mengubah cara kita bekerja dan berinteraksi. Akibatnya, keterampilan yang dibutuhkan untuk sukses di dunia kerja juga terus dituntut untuk terus kreatif dan memiliki skil yang dibutuhkan. Pemuda sebagai generasi penerus menghadapi tantangan besar untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi perubahan signifikan tersebut. Tulisan ini akan membahas tantangan dan peluang yang dihadapi oleh pemuda terkait pendidikan dan pengembangan keterampilan yang relevan di masa depan. Fokus utama akan berada pada literasi digital, pemikiran kritis, dan keterampilan adaptasi sebagai landasan penting zaman teknologi saat ini.

Literasi Digital: Kompetensi Dasar di Zaman Digital

Literasi digital telah menjadi keterampilan yang sangat dibutuhkan di hampir semua sektor pekerjaan. Menurut laporan dari European Commission (2020), literasi digital didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk menemukan, mengevaluasi, menciptakan, dan mengkomunikasikan informasi dengan cerdas dan bertanggung jawab. Seiring dengan perkembangan teknologi digital, pemuda dituntut untuk tidak hanya mahir dalam menggunakan perangkat lunak atau teknologi, tetapi juga mampu memahami dan memanfaatkan data yang dihasilkan oleh teknologi tersebut. Kemampuan ini mencakup pengelolaan privasi online, keamanan siber, dan kemampuan untuk memverifikasi informasi agar tidak terjebak dalam berita palsu atau hoax. Pengembangan literasi digital menjadi penting karena semakin banyak perusahaan yang menggunakan teknologi digital untuk mempercepat operasi mereka. Laporan dari World Economic Forum (2020) memperkirakan bahwa 50% dari seluruh pekerjaan di masa depan akan membutuhkan kemampuan teknologi yang lebih kompleks, termasuk keterampilan dalam analisis data, pemrograman, dan pengelolaan sistem berbasis teknologi.

Pemikiran Kritis: Mengasa Daya Analisis dan Pengambilan Keputusan

Selain literasi digital, keterampilan pemikiran kritis menjadi semakin penting di era informasi yang begitu cepat dan masif. Pemikiran kritis adalah kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan menyusun informasi guna membuat keputusan yang baik dan logis. Di dunia yang penuh dengan informasi yang beragam, pemuda perlu memiliki kemampuan ini untuk menyaring informasi, mengenali bias, dan menyusun argumen yang kuat berdasarkan bukti. Dalam laporan UNESCO (2021), pemikiran kritis disebut sebagai salah satu keterampilan abad ke-21 yang paling dibutuhkan di sektor kerja global. Pemikiran kritis tidak hanya berguna dalam lingkungan akademis, tetapi juga menjadi keterampilan penting di tempat kerja, terutama dalam menyelesaikan masalah yang kompleks dan mengambil keputusan yang berdampak besar. Pendidikan formal saat ini sedang berupaya untuk meningkatkan pengajaran pemikiran kritis, terutama dalam konteks pembelajaran berbasis proyek dan pemecahan masalah yang nyata. Menurut sebuah studi oleh Brookings Institution (2022), sistem pendidikan yang berorientasi pada pemikiran kritis dapat membantu pemuda tidak hanya untuk memahami konsep, tetapi juga untuk mengaplikasikan konsep tersebut dalam situasi praktis di kehidupan nyata.

Keterampilan Adaptasi: Kunci Bertahan di Tengah Ketidakpastian

Kemampuan untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan adalah keterampilan yang semakin dibutuhkan di dunia kerja yang dinamis. Banyak profesi yang dulu stabil kini mengalami disrupsi akibat kemajuan teknologi. Seperti yang diprediksi dalam Future of Jobs Report oleh World Economic Forum (2020), sekitar 85 juta pekerjaan diperkirakan akan tergantikan oleh otomatisasi, namun sekitar 97 juta pekerjaan baru akan tercipta yang lebih menekankan pada kemampuan teknis, sosial, dan kognitif. Keterampilan adaptasi meliputi fleksibilitas dalam menghadapi perubahan, kemampuan untuk belajar secara mandiri, serta kemampuan untuk terus berkembang dalam lingkungan yang penuh ketidakpastian. Pemuda perlu mengasah keterampilan ini agar dapat menavigasi perubahan teknologi dan pasar kerja dengan lebih baik. Pandemi COVID-19 menjadi contoh konkret bagaimana pemuda harus mampu beradaptasi dalam situasi yang penuh tantangan. Mereka harus beralih ke pembelajaran jarak jauh, menyesuaikan dengan lingkungan kerja virtual, dan belajar keterampilan baru yang relevan dengan kebutuhan saat ini. Menurut laporan dari International Labour Organization (2021), pemuda yang memiliki keterampilan adaptasi yang baik cenderung lebih cepat pulih dan menemukan peluang di tengah krisis.

Pendidikan Berbasis Teknologi: Solusi Masa Depan

Untuk memenuhi kebutuhan akan keterampilan masa depan, pendidikan harus mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Teknologi pendidikan, seperti pembelajaran daring (online learning), telah membuka akses yang lebih luas dan fleksibel bagi pemuda di seluruh dunia. Platform pendidikan seperti Coursera, edX, dan Khan Academy telah memainkan peran penting dalam menyediakan konten pendidikan berkualitas yang dapat diakses oleh siapa saja, di mana saja. Menurut UNESCO (2022), sekitar 1,6 miliar pelajar di seluruh dunia terpaksa beralih ke pembelajaran jarak jauh selama pandemi, dan banyak di antara mereka yang merasakan manfaat dari model pembelajaran ini. Pembelajaran berbasis teknologi tidak hanya meningkatkan akses terhadap pendidikan, tetapi juga memungkinkan pemuda untuk belajar dengan cara yang lebih personal dan mandiri. Model pembelajaran "blended learning", yang menggabungkan metode tradisional dengan teknologi digital, semakin banyak diterapkan di berbagai institusi pendidikan. Hal ini memungkinkan pemuda untuk mengembangkan keterampilan digital sekaligus mendapatkan pemahaman mendalam tentang konsep-konsep inti di bidang mereka.

Pendidikan yang Berorientasi pada Pengembangan Skil

Di samping integrasi teknologi, pendidikan masa depan juga harus lebih berfokus pada pengembangan keterampilan (skills-based learning) daripada sekadar transmisi pengetahuan. Menurut OECD Future of Education and Skills 2030 (2021), pendidikan yang efektif di masa depan harus mencakup tiga pilar utama: pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Keterampilan abad ke-21 seperti pemecahan masalah, kolaborasi, dan komunikasi harus menjadi bagian integral dari kurikulum. Untuk mempersiapkan pemuda menghadapi tantangan masa depan, pendidikan juga harus mempromosikan pembelajaran seumur hidup (lifelong learning). Karena perubahan teknologi yang cepat, keterampilan yang relevan saat ini mungkin tidak lagi dibutuhkan dalam beberapa tahun mendatang. Oleh karena itu, pemuda harus diajari untuk terus belajar dan mengembangkan keterampilan baru sepanjang hidup mereka. Kesimpulan Perubahan cepat dalam teknologi dan pasar kerja telah menciptakan tantangan dan peluang bagi pemuda. Mereka dituntut untuk terus mengasah keterampilan baru, seperti literasi digital, pemikiran kritis, dan keterampilan adaptasi. Pemuda yang mampu mengembangkan keterampilan ini akan lebih siap menghadapi ketidakpastian di masa depan dan mengambil peran sebagai penggerak inovasi di era teknologi. Sistem pendidikan juga harus beradaptasi dengan perubahan ini dengan mempromosikan pendidikan berbasis keterampilan dan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan akses dan kualitas pembelajaran. Dengan pendekatan yang tepat, pemuda dapat berkembang menjadi generasi yang tidak hanya mampu beradaptasi, tetapi juga memimpin perubahan di dunia kerja yang terus berkembang.

Referensi

1. European Commission. (2020). Digital Competence Framework for Citizens. Publications Office of the European Union. 2. World Economic Forum. (2020). The Future of Jobs Report 2020. [Online]. Available at: https://www.weforum.org/reports/the-future-of-jobs-report-2020 3. UNESCO. (2021). Future of Education and Skills 2030. UNESCO Digital Library. [Online]. Available at: https://unesdoc.unesco.org/ 4. UNESCO. (2022). The Impact of Digital Learning during COVID-19: A Global Perspective. UNESCO Digital Library. [Online]. Available at: https://unesdoc.unesco.org/ 5. Brookings Institution. (2022). Learning for a Digital Future: Building the Skills Young People Need in a Rapidly Changing World. Brookings Institution Press. 6. International Labour Organization. (2021). Youth Employment and the Future of Work: Trends and Challenges. Geneva: ILO. 7. OECD. (2021). The OECD Future of Education and Skills 2030 Project. [Online]. Available at: https://www.oecd.org]]>
teknologi

Hastari Hudri Penulis


Berangkat dari satu adagium dari tokoh dunia, Nelson Mandela menegaskan bahwa “Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang bisa anda gunakan untuk mengubah dunia.” Terlepas dari itu, zaman terus berkembang. Mau tidak mau pendidikan harus adaptif sejalan dengan perubahan zaman demi mewujudkan perubahan sosial yang transformatif. Dari sini timbul pertanyaan, apa yang harus dilakukan untuk mewujudkan pendidikan yang sesuai perkembangan zaman? Zaman teknologi yang begitu cepat, dunia kerja mengalami transformasi besar. Digitalisasi, otomatisasi, dan perkembangan kecerdasan buatan AI. Hal tersebut yang mengubah cara kita bekerja dan berinteraksi. Akibatnya, keterampilan yang dibutuhkan untuk sukses di dunia kerja juga terus dituntut untuk terus kreatif dan memiliki skil yang dibutuhkan. Pemuda sebagai generasi penerus menghadapi tantangan besar untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi perubahan signifikan tersebut. Tulisan ini akan membahas tantangan dan peluang yang dihadapi oleh pemuda terkait pendidikan dan pengembangan keterampilan yang relevan di masa depan. Fokus utama akan berada pada literasi digital, pemikiran kritis, dan keterampilan adaptasi sebagai landasan penting zaman teknologi saat ini.

Literasi Digital: Kompetensi Dasar di Zaman Digital

Literasi digital telah menjadi keterampilan yang sangat dibutuhkan di hampir semua sektor pekerjaan. Menurut laporan dari European Commission (2020), literasi digital didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk menemukan, mengevaluasi, menciptakan, dan mengkomunikasikan informasi dengan cerdas dan bertanggung jawab. Seiring dengan perkembangan teknologi digital, pemuda dituntut untuk tidak hanya mahir dalam menggunakan perangkat lunak atau teknologi, tetapi juga mampu memahami dan memanfaatkan data yang dihasilkan oleh teknologi tersebut. Kemampuan ini mencakup pengelolaan privasi online, keamanan siber, dan kemampuan untuk memverifikasi informasi agar tidak terjebak dalam berita palsu atau hoax. Pengembangan literasi digital menjadi penting karena semakin banyak perusahaan yang menggunakan teknologi digital untuk mempercepat operasi mereka. Laporan dari World Economic Forum (2020) memperkirakan bahwa 50% dari seluruh pekerjaan di masa depan akan membutuhkan kemampuan teknologi yang lebih kompleks, termasuk keterampilan dalam analisis data, pemrograman, dan pengelolaan sistem berbasis teknologi.

Pemikiran Kritis: Mengasa Daya Analisis dan Pengambilan Keputusan

Selain literasi digital, keterampilan pemikiran kritis menjadi semakin penting di era informasi yang begitu cepat dan masif. Pemikiran kritis adalah kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan menyusun informasi guna membuat keputusan yang baik dan logis. Di dunia yang penuh dengan informasi yang beragam, pemuda perlu memiliki kemampuan ini untuk menyaring informasi, mengenali bias, dan menyusun argumen yang kuat berdasarkan bukti. Dalam laporan UNESCO (2021), pemikiran kritis disebut sebagai salah satu keterampilan abad ke-21 yang paling dibutuhkan di sektor kerja global. Pemikiran kritis tidak hanya berguna dalam lingkungan akademis, tetapi juga menjadi keterampilan penting di tempat kerja, terutama dalam menyelesaikan masalah yang kompleks dan mengambil keputusan yang berdampak besar. Pendidikan formal saat ini sedang berupaya untuk meningkatkan pengajaran pemikiran kritis, terutama dalam konteks pembelajaran berbasis proyek dan pemecahan masalah yang nyata. Menurut sebuah studi oleh Brookings Institution (2022), sistem pendidikan yang berorientasi pada pemikiran kritis dapat membantu pemuda tidak hanya untuk memahami konsep, tetapi juga untuk mengaplikasikan konsep tersebut dalam situasi praktis di kehidupan nyata.

Keterampilan Adaptasi: Kunci Bertahan di Tengah Ketidakpastian

Kemampuan untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan adalah keterampilan yang semakin dibutuhkan di dunia kerja yang dinamis. Banyak profesi yang dulu stabil kini mengalami disrupsi akibat kemajuan teknologi. Seperti yang diprediksi dalam Future of Jobs Report oleh World Economic Forum (2020), sekitar 85 juta pekerjaan diperkirakan akan tergantikan oleh otomatisasi, namun sekitar 97 juta pekerjaan baru akan tercipta yang lebih menekankan pada kemampuan teknis, sosial, dan kognitif. Keterampilan adaptasi meliputi fleksibilitas dalam menghadapi perubahan, kemampuan untuk belajar secara mandiri, serta kemampuan untuk terus berkembang dalam lingkungan yang penuh ketidakpastian. Pemuda perlu mengasah keterampilan ini agar dapat menavigasi perubahan teknologi dan pasar kerja dengan lebih baik. Pandemi COVID-19 menjadi contoh konkret bagaimana pemuda harus mampu beradaptasi dalam situasi yang penuh tantangan. Mereka harus beralih ke pembelajaran jarak jauh, menyesuaikan dengan lingkungan kerja virtual, dan belajar keterampilan baru yang relevan dengan kebutuhan saat ini. Menurut laporan dari International Labour Organization (2021), pemuda yang memiliki keterampilan adaptasi yang baik cenderung lebih cepat pulih dan menemukan peluang di tengah krisis.

Pendidikan Berbasis Teknologi: Solusi Masa Depan

Untuk memenuhi kebutuhan akan keterampilan masa depan, pendidikan harus mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Teknologi pendidikan, seperti pembelajaran daring (online learning), telah membuka akses yang lebih luas dan fleksibel bagi pemuda di seluruh dunia. Platform pendidikan seperti Coursera, edX, dan Khan Academy telah memainkan peran penting dalam menyediakan konten pendidikan berkualitas yang dapat diakses oleh siapa saja, di mana saja. Menurut UNESCO (2022), sekitar 1,6 miliar pelajar di seluruh dunia terpaksa beralih ke pembelajaran jarak jauh selama pandemi, dan banyak di antara mereka yang merasakan manfaat dari model pembelajaran ini. Pembelajaran berbasis teknologi tidak hanya meningkatkan akses terhadap pendidikan, tetapi juga memungkinkan pemuda untuk belajar dengan cara yang lebih personal dan mandiri. Model pembelajaran "blended learning", yang menggabungkan metode tradisional dengan teknologi digital, semakin banyak diterapkan di berbagai institusi pendidikan. Hal ini memungkinkan pemuda untuk mengembangkan keterampilan digital sekaligus mendapatkan pemahaman mendalam tentang konsep-konsep inti di bidang mereka.

Pendidikan yang Berorientasi pada Pengembangan Skil

Di samping integrasi teknologi, pendidikan masa depan juga harus lebih berfokus pada pengembangan keterampilan (skills-based learning) daripada sekadar transmisi pengetahuan. Menurut OECD Future of Education and Skills 2030 (2021), pendidikan yang efektif di masa depan harus mencakup tiga pilar utama: pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Keterampilan abad ke-21 seperti pemecahan masalah, kolaborasi, dan komunikasi harus menjadi bagian integral dari kurikulum. Untuk mempersiapkan pemuda menghadapi tantangan masa depan, pendidikan juga harus mempromosikan pembelajaran seumur hidup (lifelong learning). Karena perubahan teknologi yang cepat, keterampilan yang relevan saat ini mungkin tidak lagi dibutuhkan dalam beberapa tahun mendatang. Oleh karena itu, pemuda harus diajari untuk terus belajar dan mengembangkan keterampilan baru sepanjang hidup mereka. Kesimpulan Perubahan cepat dalam teknologi dan pasar kerja telah menciptakan tantangan dan peluang bagi pemuda. Mereka dituntut untuk terus mengasah keterampilan baru, seperti literasi digital, pemikiran kritis, dan keterampilan adaptasi. Pemuda yang mampu mengembangkan keterampilan ini akan lebih siap menghadapi ketidakpastian di masa depan dan mengambil peran sebagai penggerak inovasi di era teknologi. Sistem pendidikan juga harus beradaptasi dengan perubahan ini dengan mempromosikan pendidikan berbasis keterampilan dan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan akses dan kualitas pembelajaran. Dengan pendekatan yang tepat, pemuda dapat berkembang menjadi generasi yang tidak hanya mampu beradaptasi, tetapi juga memimpin perubahan di dunia kerja yang terus berkembang.

Referensi

1. European Commission. (2020). Digital Competence Framework for Citizens. Publications Office of the European Union. 2. World Economic Forum. (2020). The Future of Jobs Report 2020. [Online]. Available at: https://www.weforum.org/reports/the-future-of-jobs-report-2020 3. UNESCO. (2021). Future of Education and Skills 2030. UNESCO Digital Library. [Online]. Available at: https://unesdoc.unesco.org/ 4. UNESCO. (2022). The Impact of Digital Learning during COVID-19: A Global Perspective. UNESCO Digital Library. [Online]. Available at: https://unesdoc.unesco.org/ 5. Brookings Institution. (2022). Learning for a Digital Future: Building the Skills Young People Need in a Rapidly Changing World. Brookings Institution Press. 6. International Labour Organization. (2021). Youth Employment and the Future of Work: Trends and Challenges. Geneva: ILO. 7. OECD. (2021). The OECD Future of Education and Skills 2030 Project. [Online]. Available at: https://www.oecd.org]]>
https://sulsel.beritabaru.co/menjawab-tantangan-dan-peluang-pemuda-di-zaman-teknologi/feed/ 0 https://sulsel.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/26/2024/10/pexels-divinetechygirl-1181298-300x200.jpg
Tantangan Partisipasi Pemuda dalam Dunia Politik: Atasi Hambatan demi Peningkatan Literasi Politik https://sulsel.beritabaru.co/tantangan-partisipasi-pemuda-dalam-dunia-politik-atasi-hambatan-demi-peningkatan-literasi-politik/ https://sulsel.beritabaru.co/tantangan-partisipasi-pemuda-dalam-dunia-politik-atasi-hambatan-demi-peningkatan-literasi-politik/#respond Fri, 18 Oct 2024 16:10:16 +0000 https://sulsel.beritabaru.co/?p=94721 literasi politik

Hastari Hudri Penulis


Partisipasi politik di kalangan pemuda mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Fakta menunjukkan bahwa generasi milenial dan generasi zilenial (Gen Z) semakin aktif dalam politik formal dan gerakan sosial. Meski trennya positif, namun sejumlah tantangan yang harus dihadapi untuk memastikan keterlibatan yang efektif dan juga berkelanjutan. Tantangannya adalah menghadapi pengaruh politik seperti money politik atau politik uang, kampanye hitam atau black campaign, kurangnya pendidikan politik, hingga faktor dominasi eksternal dalam pengambilan keputusan politik. Perlu juga diketahui, pemuda merupakan aset bangsa, di era yang serba cepat ini mereka dituntut dapat beradaptasi akan pesatnya perkembangan teknologi. Segala akses informasi sudah sangat mudah dijangkau, konsentrasi mereka harus ditekankan pada pengelolaan informasi disertai kemampuan analisa sebelum menentukan pilihan. Sejalan dengan itu, sejarah perjalanan panjang bangsa ini tak luput dari keterlibatan generasi muda, pasalnya pemuda memiliki peran penting dalam rangka mencapai kemerdekaan. Oleh sebab itu, pemuda masa kini mesti turut andil menentukan estafet kepemimpinan yang akan datang. Mereka berhak menentukan pilihan tapi dengan tetap menaati prosedur dan aturan yang berlaku, yang bisa dilakukan ialah memilih yang terbaik dari sekian pilihan yang ada. Membahas tentang pemimpin bahkan Al-farabi mengemukakan bahwa pemimpin itu harus mempunyai kualitas luhur mencakup kesehatan jasmani, kemampuan intelegensi, mutu intelektualitas, pandai mengemukakan pendapat yang mudah dimengerti, terdidik, jujur, berbudi luhur, adil, optimisme dan besar hati. Serta memiliki pendirian yang kuat, penuh keberanian, antusiasme dan tidak berjiwa kerdil. Sejumlah tantangan dalam menentukan pililhan seringkali merobohkan pandangan ideal, hingga implikasinya mengarah pada pelemahan kualitas demokrasi.

1. Pengaruh Politik Uang

Politik uang masih menjadi salah satu tantangan terbesar dalam partisipasi politik pemuda. Penelitian menunjukkan bahwa praktik politik uang seringkali mempengaruhi pilihan pemilih muda, terutama di negara berkembang. Pemuda, yang dalam banyak kasus menghadapi keterbatasan ekonomi, sering kali menjadi target praktik ini. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara lain, di mana pemuda yang belum memiliki kemapanan ekonomi menjadi rentan terhadap janji-janji finansial yang ditawarkan oleh partai politik atau kandidat tertentu. Sebagai solusi, literasi politik yang lebih kuat sangat dibutuhkan. Melalui pendidikan politik, pemuda dapat lebih memahami pentingnya memilih berdasarkan ideologi, platform kebijakan, dan kapabilitas calon, bukan karena iming-iming material. Literasi politik juga bisa membantu mereka mengidentifikasi praktik politik uang dan menghindarinya.

2. Kurangnya Akses terhadap Pendidikan Politik

Kurangnya pendidikan politik yang memadai masih menjadi masalah signifikan di banyak negara, termasuk Indonesia. Pemuda sering kali tidak memiliki akses yang cukup terhadap informasi politik yang objektif dan komprehensif. Sistem pendidikan formal di banyak negara belum secara sistematis memasukkan pendidikan politik yang menyiapkan pemuda untuk menjadi warga negara yang aktif dan kritis. Penelitian menunjukkan bahwa pendidikan politik yang kurang memadai membuat pemuda mudah terpengaruh oleh narasi populis dan politik identitas. Hal ini juga berkontribusi terhadap rendahnya minat dalam politik di kalangan sebagian pemuda, karena mereka merasa tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk membuat keputusan yang baik. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan meningkatkan literasi politik melalui media sosial dan platform digital. Generasi milenial dan Gen Z sangat akrab dengan teknologi digital, sehingga pendidikan politik yang disesuaikan dengan media ini bisa menjadi solusi yang efektif. Pemerintah, lembaga non-pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil dapat memainkan peran penting dalam menyediakan informasi politik yang netral dan berbasis fakta melalui kanal-kanal digital.

3. Faktor Eksternal dalam Pengambilan Keputusan Politik

Pemuda sering kali dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal dalam pengambilan keputusan politik mereka. Riset menunjukkan bahwa opini orang tua, tekanan teman sebaya, dan pengaruh media sosial dapat memengaruhi pilihan politik pemuda. Selain itu, banyak pemuda yang mengambil keputusan berdasarkan citra visual atau retorika politik yang menarik, tetapi tidak mendalami substansi kebijakan yang ditawarkan. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan pendidikan yang mendorong pemuda berpikir kritis dan analitis dalam menyikapi kampanye politik. Pemuda harus didorong untuk tidak hanya menerima informasi secara pasif, tetapi juga untuk mengevaluasi dan memverifikasi informasi yang mereka terima. Media sosial, yang kini menjadi sumber informasi utama bagi banyak pemuda, juga perlu didorong untuk mempromosikan konten yang mendidik dan mendalam mengenai isu-isu politik.

4. Ketidakpercayaan Terhadap Sistem Politik

Tantangan lain yang sering dihadapi oleh pemuda dalam partisipasi politik adalah ketidakpercayaan terhadap sistem politik. Banyak pemuda merasa bahwa suara mereka tidak akan berdampak besar dalam menentukan kebijakan. Ketidakpercayaan ini sering kali diperburuk oleh kasus-kasus korupsi atau ketidak transparanan dalam pemerintahan. Hal ini membuat banyak pemuda apatis terhadap proses politik dan enggan terlibat. Untuk membangun kembali kepercayaan pemuda terhadap sistem politik, diperlukan reformasi yang memastikan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan. Pemuda harus diajak untuk melihat bahwa keterlibatan mereka memiliki potensi untuk membawa perubahan, baik melalui jalur politik formal maupun aksi sosial. Kesimpulan Pemuda memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan dalam politik, tetapi mereka masih menghadapi berbagai tantangan seperti pengaruh politik uang, kurangnya pendidikan politik, pengaruh faktor eksternal, dan ketidakpercayaan terhadap sistem. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan literasi politik melalui pendidikan formal dan digital, serta mendorong keterlibatan yang lebih kritis dan aktif, sangat diperlukan. Pemuda perlu diperlengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk berpartisipasi secara efektif dalam politik, agar mereka dapat memainkan peran strategis dalam menentukan masa depan bangsa.]]>
literasi politik

Hastari Hudri Penulis


Partisipasi politik di kalangan pemuda mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Fakta menunjukkan bahwa generasi milenial dan generasi zilenial (Gen Z) semakin aktif dalam politik formal dan gerakan sosial. Meski trennya positif, namun sejumlah tantangan yang harus dihadapi untuk memastikan keterlibatan yang efektif dan juga berkelanjutan. Tantangannya adalah menghadapi pengaruh politik seperti money politik atau politik uang, kampanye hitam atau black campaign, kurangnya pendidikan politik, hingga faktor dominasi eksternal dalam pengambilan keputusan politik. Perlu juga diketahui, pemuda merupakan aset bangsa, di era yang serba cepat ini mereka dituntut dapat beradaptasi akan pesatnya perkembangan teknologi. Segala akses informasi sudah sangat mudah dijangkau, konsentrasi mereka harus ditekankan pada pengelolaan informasi disertai kemampuan analisa sebelum menentukan pilihan. Sejalan dengan itu, sejarah perjalanan panjang bangsa ini tak luput dari keterlibatan generasi muda, pasalnya pemuda memiliki peran penting dalam rangka mencapai kemerdekaan. Oleh sebab itu, pemuda masa kini mesti turut andil menentukan estafet kepemimpinan yang akan datang. Mereka berhak menentukan pilihan tapi dengan tetap menaati prosedur dan aturan yang berlaku, yang bisa dilakukan ialah memilih yang terbaik dari sekian pilihan yang ada. Membahas tentang pemimpin bahkan Al-farabi mengemukakan bahwa pemimpin itu harus mempunyai kualitas luhur mencakup kesehatan jasmani, kemampuan intelegensi, mutu intelektualitas, pandai mengemukakan pendapat yang mudah dimengerti, terdidik, jujur, berbudi luhur, adil, optimisme dan besar hati. Serta memiliki pendirian yang kuat, penuh keberanian, antusiasme dan tidak berjiwa kerdil. Sejumlah tantangan dalam menentukan pililhan seringkali merobohkan pandangan ideal, hingga implikasinya mengarah pada pelemahan kualitas demokrasi.

1. Pengaruh Politik Uang

Politik uang masih menjadi salah satu tantangan terbesar dalam partisipasi politik pemuda. Penelitian menunjukkan bahwa praktik politik uang seringkali mempengaruhi pilihan pemilih muda, terutama di negara berkembang. Pemuda, yang dalam banyak kasus menghadapi keterbatasan ekonomi, sering kali menjadi target praktik ini. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara lain, di mana pemuda yang belum memiliki kemapanan ekonomi menjadi rentan terhadap janji-janji finansial yang ditawarkan oleh partai politik atau kandidat tertentu. Sebagai solusi, literasi politik yang lebih kuat sangat dibutuhkan. Melalui pendidikan politik, pemuda dapat lebih memahami pentingnya memilih berdasarkan ideologi, platform kebijakan, dan kapabilitas calon, bukan karena iming-iming material. Literasi politik juga bisa membantu mereka mengidentifikasi praktik politik uang dan menghindarinya.

2. Kurangnya Akses terhadap Pendidikan Politik

Kurangnya pendidikan politik yang memadai masih menjadi masalah signifikan di banyak negara, termasuk Indonesia. Pemuda sering kali tidak memiliki akses yang cukup terhadap informasi politik yang objektif dan komprehensif. Sistem pendidikan formal di banyak negara belum secara sistematis memasukkan pendidikan politik yang menyiapkan pemuda untuk menjadi warga negara yang aktif dan kritis. Penelitian menunjukkan bahwa pendidikan politik yang kurang memadai membuat pemuda mudah terpengaruh oleh narasi populis dan politik identitas. Hal ini juga berkontribusi terhadap rendahnya minat dalam politik di kalangan sebagian pemuda, karena mereka merasa tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk membuat keputusan yang baik. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan meningkatkan literasi politik melalui media sosial dan platform digital. Generasi milenial dan Gen Z sangat akrab dengan teknologi digital, sehingga pendidikan politik yang disesuaikan dengan media ini bisa menjadi solusi yang efektif. Pemerintah, lembaga non-pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil dapat memainkan peran penting dalam menyediakan informasi politik yang netral dan berbasis fakta melalui kanal-kanal digital.

3. Faktor Eksternal dalam Pengambilan Keputusan Politik

Pemuda sering kali dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal dalam pengambilan keputusan politik mereka. Riset menunjukkan bahwa opini orang tua, tekanan teman sebaya, dan pengaruh media sosial dapat memengaruhi pilihan politik pemuda. Selain itu, banyak pemuda yang mengambil keputusan berdasarkan citra visual atau retorika politik yang menarik, tetapi tidak mendalami substansi kebijakan yang ditawarkan. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan pendidikan yang mendorong pemuda berpikir kritis dan analitis dalam menyikapi kampanye politik. Pemuda harus didorong untuk tidak hanya menerima informasi secara pasif, tetapi juga untuk mengevaluasi dan memverifikasi informasi yang mereka terima. Media sosial, yang kini menjadi sumber informasi utama bagi banyak pemuda, juga perlu didorong untuk mempromosikan konten yang mendidik dan mendalam mengenai isu-isu politik.

4. Ketidakpercayaan Terhadap Sistem Politik

Tantangan lain yang sering dihadapi oleh pemuda dalam partisipasi politik adalah ketidakpercayaan terhadap sistem politik. Banyak pemuda merasa bahwa suara mereka tidak akan berdampak besar dalam menentukan kebijakan. Ketidakpercayaan ini sering kali diperburuk oleh kasus-kasus korupsi atau ketidak transparanan dalam pemerintahan. Hal ini membuat banyak pemuda apatis terhadap proses politik dan enggan terlibat. Untuk membangun kembali kepercayaan pemuda terhadap sistem politik, diperlukan reformasi yang memastikan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan. Pemuda harus diajak untuk melihat bahwa keterlibatan mereka memiliki potensi untuk membawa perubahan, baik melalui jalur politik formal maupun aksi sosial. Kesimpulan Pemuda memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan dalam politik, tetapi mereka masih menghadapi berbagai tantangan seperti pengaruh politik uang, kurangnya pendidikan politik, pengaruh faktor eksternal, dan ketidakpercayaan terhadap sistem. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan literasi politik melalui pendidikan formal dan digital, serta mendorong keterlibatan yang lebih kritis dan aktif, sangat diperlukan. Pemuda perlu diperlengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk berpartisipasi secara efektif dalam politik, agar mereka dapat memainkan peran strategis dalam menentukan masa depan bangsa.]]>
https://sulsel.beritabaru.co/tantangan-partisipasi-pemuda-dalam-dunia-politik-atasi-hambatan-demi-peningkatan-literasi-politik/feed/ 0 https://sulsel.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/26/2024/10/hastari-hudri-300x267.jpeg
Mappalette Bola dan Mallipa | Puisi-puisi Sultan Musa https://sulsel.beritabaru.co/mappalette-bola-dan-mallipa-puisi-puisi-sultan-musa/ https://sulsel.beritabaru.co/mappalette-bola-dan-mallipa-puisi-puisi-sultan-musa/#respond Thu, 17 Oct 2024 13:14:24 +0000 https://sulsel.beritabaru.co/?p=94702 puisi

Merajut Pesan Mappalette Bola

sekumpulan pria berpacu sama pada hari sederhana penuh asa lalu, terangkatlah Ale bola suguhan kebersamaan yang tak reda meski peluh membahana sebagaimana tradisi memahatkan realitas cerminan kebersamaan tak terlepas adat Bugis terjaga lawas warisan leluhur mewujud selaras terdengar teriakan aba-aba agar ketukan langkah dalam irama simpul bambu terikat bernyawa penyemangat bahu-membahu manusia semilir sop 'saudara' aroma khas buatan para hawa siap memanggil bila telah usai ....sebuah Bola berbentuk panggung telah berpindah.... bagai cita berteduh mengetarkan hinggap dalam bingkai menghidupkan tak ada yang mampu menangguhkan selalu ada kekuatan pesan dari sakralnya bangunan ....Rakkeang ....Ale bola ....Awa bola puas mematut-matut diri, sambil tersenyum sumrigah merekam penghuninya saat lahir, atau saat menikah hingga didoakan kembali membuncah pesan kebahagian; ini adalah jejak kebajikan untuk saling mendoakan pada kebaikan.... #2022

Larik Bahagia Mallipa

Mallipa bersama dibawah langit biru kota Parepare Saat Mallipa, aku terhenyak corak warna ini ....sejauh alam terkembang Saat Mallipa, aku peluk petualangan ini ....sejauh mata memandang Saat Mallipa, aku mengayuh tarian ini ....sejauh lautan terbentang Kota ini merekam deraian sukaria, untuk memahami arti pertemuan ...tak terhitung tumpahan rindu, melekat bersama penantian ...tak terhingga hantaman doa, menggores lara pikiran ...tak terduga rintikan mimpi, berpadu penuh senyuman semua Mallipa bersama Dan tergianglah warna kebermaknaan mengalir ke jantung ragam corak begitu pun hiasan hingga tenunan tersepuh langit kemilauan Rayakanlah bersama...Mallipa "ada belaian tangan lembut darinya" #2022
[gallery columns="1" link="file" ids="94704" orderby="rand"]]]>
puisi

Merajut Pesan Mappalette Bola

sekumpulan pria berpacu sama pada hari sederhana penuh asa lalu, terangkatlah Ale bola suguhan kebersamaan yang tak reda meski peluh membahana sebagaimana tradisi memahatkan realitas cerminan kebersamaan tak terlepas adat Bugis terjaga lawas warisan leluhur mewujud selaras terdengar teriakan aba-aba agar ketukan langkah dalam irama simpul bambu terikat bernyawa penyemangat bahu-membahu manusia semilir sop 'saudara' aroma khas buatan para hawa siap memanggil bila telah usai ....sebuah Bola berbentuk panggung telah berpindah.... bagai cita berteduh mengetarkan hinggap dalam bingkai menghidupkan tak ada yang mampu menangguhkan selalu ada kekuatan pesan dari sakralnya bangunan ....Rakkeang ....Ale bola ....Awa bola puas mematut-matut diri, sambil tersenyum sumrigah merekam penghuninya saat lahir, atau saat menikah hingga didoakan kembali membuncah pesan kebahagian; ini adalah jejak kebajikan untuk saling mendoakan pada kebaikan.... #2022

Larik Bahagia Mallipa

Mallipa bersama dibawah langit biru kota Parepare Saat Mallipa, aku terhenyak corak warna ini ....sejauh alam terkembang Saat Mallipa, aku peluk petualangan ini ....sejauh mata memandang Saat Mallipa, aku mengayuh tarian ini ....sejauh lautan terbentang Kota ini merekam deraian sukaria, untuk memahami arti pertemuan ...tak terhitung tumpahan rindu, melekat bersama penantian ...tak terhingga hantaman doa, menggores lara pikiran ...tak terduga rintikan mimpi, berpadu penuh senyuman semua Mallipa bersama Dan tergianglah warna kebermaknaan mengalir ke jantung ragam corak begitu pun hiasan hingga tenunan tersepuh langit kemilauan Rayakanlah bersama...Mallipa "ada belaian tangan lembut darinya" #2022
[gallery columns="1" link="file" ids="94704" orderby="rand"]]]>
https://sulsel.beritabaru.co/mappalette-bola-dan-mallipa-puisi-puisi-sultan-musa/feed/ 0 https://sulsel.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/26/2024/10/mappalette-bola-bugis-300x200.jpg
Jejak Luka di Tanah Bangsa: Tragedi Berdarah dalam G30S/PKI https://sulsel.beritabaru.co/jejak-luka-di-tanah-bangsa-tragedi-berdarah-dalam-g30s-pki/ https://sulsel.beritabaru.co/jejak-luka-di-tanah-bangsa-tragedi-berdarah-dalam-g30s-pki/#respond Mon, 30 Sep 2024 13:19:34 +0000 https://sulsel.beritabaru.co/?p=94191 g30s/pki

Nuryadi, S.H, M.M Penulis


Dalam sepi malam saat sebagian besar Jakarta terlelap dalam kedamaian semu, sekelompok orang dengan agenda gelap mulai menyiapkan langkah mereka untuk sebuah kudeta militer yang ambisius. 30 September 1965 tanggal yang dalam catatan sejarah Indonesia tercatat dengan tinta merah darah dan kekacauan. Melalui serangan mendalam yang mengincar jenderal-jenderal utama militer, G30S/PKI berusaha menulis ulang masa depan negara. Namun, dari balik kekacauan ini muncul cerita keberanian, strategi, dan sebuah momen bersejarah yang membentuk Indonesia dalam tahun-tahun berikutnya. Dalam artikel ini, kami akan mengungkap bagaimana strategi, keberuntungan, dan keputusan-keputusan kritis di tengah malam yang mencekam ini membentuk jalannya sejarah Indonesia yang baru. Meski setelah orde baru runtuh dan terungkap fakta-fakta yang meluruskan sejarah G30S-PKI, pandangan sebagian masyarakat seolah tak beranjak dari narasi yang disodorkan dalam film itu. Pengetahuan publik tentang peristiwa PKI tahun 1965 terpaku seputar penculikan serta pembunuhan para jenderal, usaha mengganti Pancasila, dan kepahlawanan Soeharto sebagai penumpas PKI. Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) adalah peristiwa yang tidak hanya mengubah aturan politik Indonesia, tetapi juga menjadi pelajaran penting. Peristiwa ini memperlihatkan bagaimana komunikasi massa dapat digunakan secara efektif untuk membentuk opini publik. Setelah kejadian tersebut, pemerintah Orde Baru di bawah Soeharto memanfaatkan media massa untuk menyebarkan narasi yang menggambarkan PKI sebagai ancaman besar terhadap negara. Kontrol terhadap media memungkinkan pemerintah untuk mengarahkan persepsi publik dan menciptakan konsensus nasional yang mendukung tindakan represif terhadap anggota dan simpatisan PKI. Dalam konteks ini, penggunaan media sebagai alat propaganda oleh pemerintah Orde Baru menunjukkan bagaimana kekuasaan dapat memanipulasi informasi untuk kepentingan politik. Media massa, termasuk surat kabar, radio, dan televisi, menjadi alat utama dalam menyebarkan versi resmi dari peristiwa G30S/PKI. Narasi yang dibangun pemerintah menekankan bahaya komunisme dan menjustifikasi tindakan militer terhadap mereka yang dianggap terlibat. Proses ini menunjukkan kekuatan komunikasi massa dalam membentuk realitas sosial dan mempengaruhi persepsi kolektif, di mana informasi yang disampaikan secara terus-menerus dan konsisten dapat membentuk pemahaman masyarakat terhadap suatu peristiwa. Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI) adalah sebuah kudeta militer yang terjadi di Indonesia pada malam tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965. G30S/PKI adalah nama dari kelompok yang dipimpin oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Sukarno dengan melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap enam jenderal tinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Para jenderal yang menjadi korban adalah Jenderal Ahmad Yani, Jenderal M.T. Haryono, Jenderal S. Parman, Jenderal D.I. Panjaitan, Jenderal R. Suprapto, dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo. Salah satu target utama yang di incar oleh PKI ini adalah Jenderal Abdul Haris Nasution, Panglima Angkatan Bersenjata. Sekitar pukul 00.00 WIB, sekelompok anggota G30S/PKI yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung mengarahkan serangan mereka ke rumah Jenderal Nasution yang terletak di Jalan Teuku Umar, Jakarta. Mereka memasuki rumah tersebut dengan tujuan menculik dan membunuh Jenderal Nasution sebagai bagian dari strategi kudeta mereka. Namun, pada saat serangan terjadi, Jenderal Nasution kebetulan tidak berada di kamar tidurnya. Ketika Jenderal Nasution mendengar suara bising dan teriakan di luar kamar, ia dengan cepat menyadari bahwa rumahnya sedang diserang. Dengan cerdik, Nasution memutuskan untuk melarikan diri melalui pintu belakang dan melompati pagar ke halaman belakang rumahnya. Nasution kemudian bersembunyi di rumah tetangga yang kosong dan menghindari deteksi oleh pasukan G30S/PKI. Setelah berhasil melarikan diri, Jenderal Nasution bersembunyi di rumah tetangga sambil merencanakan langkah berikutnya. Dalam waktu singkat, ia menghubungi rekan-rekannya dan memberikan informasi penting mengenai situasi darurat yang sedang berlangsung. Informasi tersebut sangat berharga bagi Mayor Jenderal Suharto, yang kemudian memimpin operasi militer untuk menumpas kudeta. Namun amat disayangkan saat serangan berlangsung, Ade Irma Suryani yang baru berusia tujuh tahun berada di rumah bersama keluarganya. Dalam kekacauan yang melanda rumah mereka, Ade Irma terkena tembakan yang mengakibatkan luka parah. Tragedi ini tidak hanya menjadi momen kelam dalam kehidupan keluarga Nasution, tetapi juga menjadi simbol dari kekejaman dan kekacauan yang dihadapi bangsa Indonesia pada malam itu. Atas kejadian ini rumah dari Jendral Abdul Haris Nasution ini dijadikan sebagai museum yang terletak di pusat kota Jakarta, tepatnya di Jalan Teuku Umar No. 40. Museum A.H. Nasution tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang-barang bersejarah, tetapi juga sebagai pusat pendidikan dan inspirasi. Dengan menyajikan koleksi yang meliputi dokumen-dokumen, foto, dan memori dari kehidupan Jenderal Nasution, museum ini mengajak pengunjung untuk mengenal lebih dalam tentang sosok yang memainkan peran penting dalam sejarah Indonesia. Dari pameran tentang kepemimpinan militer hingga momen-momen dramatis dalam peristiwa G30S/PKI, museum ini menghidupkan kembali cerita-cerita heroik dan tantangan yang dihadapi oleh bangsa. Museum ini adalah tempat yang tepat bagi generasi muda untuk belajar mengenai nilai-nilai keberanian, pengabdian, dan integritas. Dengan adanya kejadian G30S/PKI ini menunjukkan pentingnya Literasi media dalam masyarakat. Kontrol ketat terhadap informasi dan penyebaran propaganda oleh pemerintah menggarisbawahi betapa pentingnya kemampuan individu untuk menganalisis dan mengevaluasi informasi secara kritis. Tanpa literasi media yang memadai, masyarakat rentan terhadap manipulasi dan mis-informasi. Kejadian ini menjadi pelajaran penting dalam sosiologi komunikasi, bahwa kebebasan informasi dan akses terhadap berbagai sumber informasi adalah kunci untuk membangun masyarakat yang lebih kritis dan terinformasi. Literasi media tidak hanya membantu individu memahami konteks historis dan politis suatu peristiwa, tetapi juga memberdayakan mereka untuk menjadi bagian dari diskusi publik yang sehat dan demokratis.]]>
g30s/pki

Nuryadi, S.H, M.M Penulis


Dalam sepi malam saat sebagian besar Jakarta terlelap dalam kedamaian semu, sekelompok orang dengan agenda gelap mulai menyiapkan langkah mereka untuk sebuah kudeta militer yang ambisius. 30 September 1965 tanggal yang dalam catatan sejarah Indonesia tercatat dengan tinta merah darah dan kekacauan. Melalui serangan mendalam yang mengincar jenderal-jenderal utama militer, G30S/PKI berusaha menulis ulang masa depan negara. Namun, dari balik kekacauan ini muncul cerita keberanian, strategi, dan sebuah momen bersejarah yang membentuk Indonesia dalam tahun-tahun berikutnya. Dalam artikel ini, kami akan mengungkap bagaimana strategi, keberuntungan, dan keputusan-keputusan kritis di tengah malam yang mencekam ini membentuk jalannya sejarah Indonesia yang baru. Meski setelah orde baru runtuh dan terungkap fakta-fakta yang meluruskan sejarah G30S-PKI, pandangan sebagian masyarakat seolah tak beranjak dari narasi yang disodorkan dalam film itu. Pengetahuan publik tentang peristiwa PKI tahun 1965 terpaku seputar penculikan serta pembunuhan para jenderal, usaha mengganti Pancasila, dan kepahlawanan Soeharto sebagai penumpas PKI. Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) adalah peristiwa yang tidak hanya mengubah aturan politik Indonesia, tetapi juga menjadi pelajaran penting. Peristiwa ini memperlihatkan bagaimana komunikasi massa dapat digunakan secara efektif untuk membentuk opini publik. Setelah kejadian tersebut, pemerintah Orde Baru di bawah Soeharto memanfaatkan media massa untuk menyebarkan narasi yang menggambarkan PKI sebagai ancaman besar terhadap negara. Kontrol terhadap media memungkinkan pemerintah untuk mengarahkan persepsi publik dan menciptakan konsensus nasional yang mendukung tindakan represif terhadap anggota dan simpatisan PKI. Dalam konteks ini, penggunaan media sebagai alat propaganda oleh pemerintah Orde Baru menunjukkan bagaimana kekuasaan dapat memanipulasi informasi untuk kepentingan politik. Media massa, termasuk surat kabar, radio, dan televisi, menjadi alat utama dalam menyebarkan versi resmi dari peristiwa G30S/PKI. Narasi yang dibangun pemerintah menekankan bahaya komunisme dan menjustifikasi tindakan militer terhadap mereka yang dianggap terlibat. Proses ini menunjukkan kekuatan komunikasi massa dalam membentuk realitas sosial dan mempengaruhi persepsi kolektif, di mana informasi yang disampaikan secara terus-menerus dan konsisten dapat membentuk pemahaman masyarakat terhadap suatu peristiwa. Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI) adalah sebuah kudeta militer yang terjadi di Indonesia pada malam tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965. G30S/PKI adalah nama dari kelompok yang dipimpin oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Sukarno dengan melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap enam jenderal tinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Para jenderal yang menjadi korban adalah Jenderal Ahmad Yani, Jenderal M.T. Haryono, Jenderal S. Parman, Jenderal D.I. Panjaitan, Jenderal R. Suprapto, dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo. Salah satu target utama yang di incar oleh PKI ini adalah Jenderal Abdul Haris Nasution, Panglima Angkatan Bersenjata. Sekitar pukul 00.00 WIB, sekelompok anggota G30S/PKI yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung mengarahkan serangan mereka ke rumah Jenderal Nasution yang terletak di Jalan Teuku Umar, Jakarta. Mereka memasuki rumah tersebut dengan tujuan menculik dan membunuh Jenderal Nasution sebagai bagian dari strategi kudeta mereka. Namun, pada saat serangan terjadi, Jenderal Nasution kebetulan tidak berada di kamar tidurnya. Ketika Jenderal Nasution mendengar suara bising dan teriakan di luar kamar, ia dengan cepat menyadari bahwa rumahnya sedang diserang. Dengan cerdik, Nasution memutuskan untuk melarikan diri melalui pintu belakang dan melompati pagar ke halaman belakang rumahnya. Nasution kemudian bersembunyi di rumah tetangga yang kosong dan menghindari deteksi oleh pasukan G30S/PKI. Setelah berhasil melarikan diri, Jenderal Nasution bersembunyi di rumah tetangga sambil merencanakan langkah berikutnya. Dalam waktu singkat, ia menghubungi rekan-rekannya dan memberikan informasi penting mengenai situasi darurat yang sedang berlangsung. Informasi tersebut sangat berharga bagi Mayor Jenderal Suharto, yang kemudian memimpin operasi militer untuk menumpas kudeta. Namun amat disayangkan saat serangan berlangsung, Ade Irma Suryani yang baru berusia tujuh tahun berada di rumah bersama keluarganya. Dalam kekacauan yang melanda rumah mereka, Ade Irma terkena tembakan yang mengakibatkan luka parah. Tragedi ini tidak hanya menjadi momen kelam dalam kehidupan keluarga Nasution, tetapi juga menjadi simbol dari kekejaman dan kekacauan yang dihadapi bangsa Indonesia pada malam itu. Atas kejadian ini rumah dari Jendral Abdul Haris Nasution ini dijadikan sebagai museum yang terletak di pusat kota Jakarta, tepatnya di Jalan Teuku Umar No. 40. Museum A.H. Nasution tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang-barang bersejarah, tetapi juga sebagai pusat pendidikan dan inspirasi. Dengan menyajikan koleksi yang meliputi dokumen-dokumen, foto, dan memori dari kehidupan Jenderal Nasution, museum ini mengajak pengunjung untuk mengenal lebih dalam tentang sosok yang memainkan peran penting dalam sejarah Indonesia. Dari pameran tentang kepemimpinan militer hingga momen-momen dramatis dalam peristiwa G30S/PKI, museum ini menghidupkan kembali cerita-cerita heroik dan tantangan yang dihadapi oleh bangsa. Museum ini adalah tempat yang tepat bagi generasi muda untuk belajar mengenai nilai-nilai keberanian, pengabdian, dan integritas. Dengan adanya kejadian G30S/PKI ini menunjukkan pentingnya Literasi media dalam masyarakat. Kontrol ketat terhadap informasi dan penyebaran propaganda oleh pemerintah menggarisbawahi betapa pentingnya kemampuan individu untuk menganalisis dan mengevaluasi informasi secara kritis. Tanpa literasi media yang memadai, masyarakat rentan terhadap manipulasi dan mis-informasi. Kejadian ini menjadi pelajaran penting dalam sosiologi komunikasi, bahwa kebebasan informasi dan akses terhadap berbagai sumber informasi adalah kunci untuk membangun masyarakat yang lebih kritis dan terinformasi. Literasi media tidak hanya membantu individu memahami konteks historis dan politis suatu peristiwa, tetapi juga memberdayakan mereka untuk menjadi bagian dari diskusi publik yang sehat dan demokratis.]]>
https://sulsel.beritabaru.co/jejak-luka-di-tanah-bangsa-tragedi-berdarah-dalam-g30s-pki/feed/ 0 https://sulsel.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/26/2024/09/opini-beritabarusulsel-300x251.jpeg
Opini: Koperasi, UMKM dan Pengangguran https://sulsel.beritabaru.co/opini-koperasi-umkm-dan-pengangguran/ https://sulsel.beritabaru.co/opini-koperasi-umkm-dan-pengangguran/#respond Fri, 27 Sep 2024 13:19:39 +0000 https://sulsel.beritabaru.co/?p=94116 koperasi

Haedar Hasan Juru Bicara ANH-TQ Bidang Koperasi dan UMKM


Koperasi dikenal sebagai soko guru perekonomian nasional. Posisi koperasi setara dengan Perusahaan swasta , misalnya Perseroan Terbatas atau PT, Keduanya memiliki legalitas dengan bentuk badan hukum yang berbeda. Namun keduanya berorientasi pada keuntungan. Namun ada yang membedakannya dengan perusahaan swasta, yaitu keuntungan yang diperoleh oleh koperasi diperuntukkan untuk seluruh anggotanya (kolektif). Sedangkan keuntungan perusahaan swasta hanya diperuntukkan untuk pemilik perusahaan tersebut. Koperasi didirikan dan dimiliki serta dioperasionalkan dari, oleh dan untuk anggotanya, di dalamnya ada tujuan bersama yaitu sejahtera bersama seluruh anggota. Koperasi berdasarkan asas kekeluargaan. Semangatnya adalah kerja sama. Anggotalah yang memegang dan melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam Koperasi. Pengambilan keputusan di dalam konsep koperasi, menggambarkan demokrasi. Itulah sebabnya ANH dan TQ punya program unggulan untuk mengembangkan dan memandirikan koperasi di Kota Parepare. Sebagai sebuah organisasi bisnis berbasis anggota (kolektif), maka akumulasi jumlah modalnya menjadi lamban atau relatif rendah dibandingkan dengan kemauan untuk mengembangkan kebutuhan anggotanya yang sangat beragam (pendidikan, tingkat pendapatan, jenis usaha anggota, dsb). Koperasi sebagai bisnis kolektif, maka partisipasi anggota menjadi faktor kunci. Olehnya itu ANH dan TQ, punya program pemberin modal usaha tanpa bunga kepada koperasi dan pelaku UMKM . Oleh karena itu koperasi langkah pertama yang akan dilakukan oleh ANH dan TQ adalah menyehatkan koperasi melalui pemahaman manajemen dan tata kelola koperasi agar koperasi kita dalam 5 tahun ke depan semakin profesional. Calon anggota dan anggota koperasi harus diberikan pendidikan berjenjang. BIayanya pendidikan ini berasal dari APBD dan dilatih oleh pelatih professional. Bukan itu saja, ANH dan TQ akan mengundang koperasi dari daerah lain yang telah berhasil mengelola asset milyaran uantuk memberikan inspirasi dan berbagi pengalaman kepada koperasi di Parepare Pendidikan bagi calon anggota dan anggota koperasi, merupakan media membangun karakter disiplin, jujur dan membangun etos kerja yang kuat. Pendidikan bagi anggota koperasi juga sebagai media membangun motivasi dan bertukar pengalaman antar anggota dalam berusaha. Dengan demikian, partisipasi anggota itu hanyalah akbat saja. Faktor penyebabnya adalah adanya pendidikan yang berkelanjutan bagi anggota. Jika anggota koperasi sudah memahami dengan baik konsep koperasi, maka akan meningkat pula partisipasinya karena mereka sudah merasakan peluang bisnis dan manfaat ekonomi atas layanan pengurus yang berkualitas. Dalam era otonomi daerah saat ini, daerah diberi wewenang sepenuhnya untuk mengurus daerahnya kecuali 5 (lima) bidang yaitu agama, pertahanan dan keamanan, yustisi, moneter dan fiscal nasional, dan politik luar negeri. Di luar lima bidang ini, semua menjadi kewenangan daerah termasuk bidang koperasi dan UMKM. Untuk melaksanakan kewenangan daerah di bidang koperasi dan UMKM ini, maka ANH dan TQ berkomitmen kuat mengupayakan agar koperasi dan UMKM lebih berkembang dan dilatih untuk mampu bersaing secara sehat agar bisa menangkap peluang pasar di regional, nasional dan global. Kalau pemasaran sudah meluas, maka dampak posistifnya juga ikut meluas kepada masyarakat Parepare. Jadi ANH dan TQ mendorong agar koperasi dan UMKM itu dapt memberikan manfaat ekonomi secara berkelanjutan. Untuk mengembangkan koperasi di Parepare, ANH dan TQ akan mengembangkan program pemanfaatan potensi lokal Parepare, membangun jejaring yang lebih luas untuk menangkap peluang bisnis, meningkatkan SDM pengurus dan anggota koperasi serta pelaku UMKM sehingga bisa mengelola bisnisnya secara profesional. Koperasi dan UMKM di Parepare harus berkembang dan mandiri karena Parepare di topang oleh letak strategisnya dan inilah peluang terbesar bagi pelaku bisnis di Parepare karena kita tidak memiliki sumber daya alam yang luas seperti daerah lainnya. Tantangan yang dihadapi koperasi dan UMKM di era ini tidak ringan. Tantangan yang paling nyata yaitu kualitas kelembagaan dan manajemen yang belum profesional dan belum mampu bersaing di pasaran regionall (Kawasan Timur Indonesia),dan pasar nasional serta di tingkat global.. Sebagai refleksi bersama terhadap perkoperasian kita di Parepare, pada umumnya memilih pada unit usaha simpan pinjam, itupun perekrutan keanggotaannya belum dikelola berbasis pendidikan calon anggota. Akibatnya, muncul persepsi bahwa koperasi itu hanya untuk tempat meminjam jika kita kepepet atau sedang menghadapi masalah keuangan. Cara pandang sebagian masyarakat terhadap koperasi, memposisikan koperasi seperti bank unit. Pemupukan modal sendiri melalui simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela, tidak dijadikan sebagai kekuatan berbasis anggota. Padahal selain unit usaha simpan pinjam, koperasi juga sangat berpeluang membuka unit usaha lain diluar unit simpan pinjam, misalnya kebutuhan pokok, pakaian, alat rumah tangga, dll. Demikian juga kondisi pelaku UMKM di Parepare. Meskipun jumlahnya cukup besar (sekitar 17 ribuan) jika dilihat dari jumlah penduduk Parepare yang lebih sedikit dibandingkan dengan penduduk daerah lain di Sulsel. Kita patut berbangga karena jumlah UMKM Parepare nomor urut ke-3 di Sulsel setelah Kota Makassar dan Kota Palopo. Hanya saja pelaku usaha kita sebagian besar adalah usaha mikro. Jika pelaku UMKM ini mejdapat perhatian utama dari Pemda Parepare selama sekitar 5-10 tahun, maka sudah pasti sektor ini tentu akan menyumbang terserapnya tenaga kerja yang lebih luas.. Dukungan Pemerintah Daerah dalam hal kebijakan pro UMKM, punya peran strategis terutama kemudahan perizinan, subsidi Pemda terhadap permodalan, peningkatan kapasitas, pemahaman kewirausahaan sosial, kewirausahaan digital, dan promosi produk lokal berbasis IT. Untuk itu Dinas Ketenagakerjaan, UMKM dan Koperasi serta Balai Latihan Kerja, harus diberi peran strategis untuk menjadi unit kerja Pemda yang terdepan dalam hal pemberian layanan dan peningkatan kapasitas pelaku UMKM. Jumlah UMKM di Parepare cukup besar, sekitar 17 ribuan, nomor urut ke-3 di Sulsel setelah Makassar dan Palopo. Namun ternyata belum mampu menjadi penyerap lapangan kerja. Berdasarkan data Provinsi Sulsel menunjukkan bahwa jumlah pengangguran di Parepare berada pada urutan ke-23 dari 24 kabupaten/kota di Sulsel, ini sebuah angka anomali. Bagaimana mungkin disatu sisi jumlah UMKM urutan ke-3 di Sulsel tetapi disaat yang bersamaan jumlah pengangguran juga tinggi?. Tentu ada yang salah.. Jika ANH dan TQ insya Allah terpilih menjadi Walikota dan Wakil Walijota Parepare, maka akan memberikan perhatian khusus kepada pengembangan koperasi dan pelaku UMKM melalui peningkatan kapasitas SDM dan produksi, pengembangan jaringan ke perbankan dan akses pasar serta memberikan bantuan modal tanpa bunga.]]>
koperasi

Haedar Hasan Juru Bicara ANH-TQ Bidang Koperasi dan UMKM


Koperasi dikenal sebagai soko guru perekonomian nasional. Posisi koperasi setara dengan Perusahaan swasta , misalnya Perseroan Terbatas atau PT, Keduanya memiliki legalitas dengan bentuk badan hukum yang berbeda. Namun keduanya berorientasi pada keuntungan. Namun ada yang membedakannya dengan perusahaan swasta, yaitu keuntungan yang diperoleh oleh koperasi diperuntukkan untuk seluruh anggotanya (kolektif). Sedangkan keuntungan perusahaan swasta hanya diperuntukkan untuk pemilik perusahaan tersebut. Koperasi didirikan dan dimiliki serta dioperasionalkan dari, oleh dan untuk anggotanya, di dalamnya ada tujuan bersama yaitu sejahtera bersama seluruh anggota. Koperasi berdasarkan asas kekeluargaan. Semangatnya adalah kerja sama. Anggotalah yang memegang dan melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam Koperasi. Pengambilan keputusan di dalam konsep koperasi, menggambarkan demokrasi. Itulah sebabnya ANH dan TQ punya program unggulan untuk mengembangkan dan memandirikan koperasi di Kota Parepare. Sebagai sebuah organisasi bisnis berbasis anggota (kolektif), maka akumulasi jumlah modalnya menjadi lamban atau relatif rendah dibandingkan dengan kemauan untuk mengembangkan kebutuhan anggotanya yang sangat beragam (pendidikan, tingkat pendapatan, jenis usaha anggota, dsb). Koperasi sebagai bisnis kolektif, maka partisipasi anggota menjadi faktor kunci. Olehnya itu ANH dan TQ, punya program pemberin modal usaha tanpa bunga kepada koperasi dan pelaku UMKM . Oleh karena itu koperasi langkah pertama yang akan dilakukan oleh ANH dan TQ adalah menyehatkan koperasi melalui pemahaman manajemen dan tata kelola koperasi agar koperasi kita dalam 5 tahun ke depan semakin profesional. Calon anggota dan anggota koperasi harus diberikan pendidikan berjenjang. BIayanya pendidikan ini berasal dari APBD dan dilatih oleh pelatih professional. Bukan itu saja, ANH dan TQ akan mengundang koperasi dari daerah lain yang telah berhasil mengelola asset milyaran uantuk memberikan inspirasi dan berbagi pengalaman kepada koperasi di Parepare Pendidikan bagi calon anggota dan anggota koperasi, merupakan media membangun karakter disiplin, jujur dan membangun etos kerja yang kuat. Pendidikan bagi anggota koperasi juga sebagai media membangun motivasi dan bertukar pengalaman antar anggota dalam berusaha. Dengan demikian, partisipasi anggota itu hanyalah akbat saja. Faktor penyebabnya adalah adanya pendidikan yang berkelanjutan bagi anggota. Jika anggota koperasi sudah memahami dengan baik konsep koperasi, maka akan meningkat pula partisipasinya karena mereka sudah merasakan peluang bisnis dan manfaat ekonomi atas layanan pengurus yang berkualitas. Dalam era otonomi daerah saat ini, daerah diberi wewenang sepenuhnya untuk mengurus daerahnya kecuali 5 (lima) bidang yaitu agama, pertahanan dan keamanan, yustisi, moneter dan fiscal nasional, dan politik luar negeri. Di luar lima bidang ini, semua menjadi kewenangan daerah termasuk bidang koperasi dan UMKM. Untuk melaksanakan kewenangan daerah di bidang koperasi dan UMKM ini, maka ANH dan TQ berkomitmen kuat mengupayakan agar koperasi dan UMKM lebih berkembang dan dilatih untuk mampu bersaing secara sehat agar bisa menangkap peluang pasar di regional, nasional dan global. Kalau pemasaran sudah meluas, maka dampak posistifnya juga ikut meluas kepada masyarakat Parepare. Jadi ANH dan TQ mendorong agar koperasi dan UMKM itu dapt memberikan manfaat ekonomi secara berkelanjutan. Untuk mengembangkan koperasi di Parepare, ANH dan TQ akan mengembangkan program pemanfaatan potensi lokal Parepare, membangun jejaring yang lebih luas untuk menangkap peluang bisnis, meningkatkan SDM pengurus dan anggota koperasi serta pelaku UMKM sehingga bisa mengelola bisnisnya secara profesional. Koperasi dan UMKM di Parepare harus berkembang dan mandiri karena Parepare di topang oleh letak strategisnya dan inilah peluang terbesar bagi pelaku bisnis di Parepare karena kita tidak memiliki sumber daya alam yang luas seperti daerah lainnya. Tantangan yang dihadapi koperasi dan UMKM di era ini tidak ringan. Tantangan yang paling nyata yaitu kualitas kelembagaan dan manajemen yang belum profesional dan belum mampu bersaing di pasaran regionall (Kawasan Timur Indonesia),dan pasar nasional serta di tingkat global.. Sebagai refleksi bersama terhadap perkoperasian kita di Parepare, pada umumnya memilih pada unit usaha simpan pinjam, itupun perekrutan keanggotaannya belum dikelola berbasis pendidikan calon anggota. Akibatnya, muncul persepsi bahwa koperasi itu hanya untuk tempat meminjam jika kita kepepet atau sedang menghadapi masalah keuangan. Cara pandang sebagian masyarakat terhadap koperasi, memposisikan koperasi seperti bank unit. Pemupukan modal sendiri melalui simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela, tidak dijadikan sebagai kekuatan berbasis anggota. Padahal selain unit usaha simpan pinjam, koperasi juga sangat berpeluang membuka unit usaha lain diluar unit simpan pinjam, misalnya kebutuhan pokok, pakaian, alat rumah tangga, dll. Demikian juga kondisi pelaku UMKM di Parepare. Meskipun jumlahnya cukup besar (sekitar 17 ribuan) jika dilihat dari jumlah penduduk Parepare yang lebih sedikit dibandingkan dengan penduduk daerah lain di Sulsel. Kita patut berbangga karena jumlah UMKM Parepare nomor urut ke-3 di Sulsel setelah Kota Makassar dan Kota Palopo. Hanya saja pelaku usaha kita sebagian besar adalah usaha mikro. Jika pelaku UMKM ini mejdapat perhatian utama dari Pemda Parepare selama sekitar 5-10 tahun, maka sudah pasti sektor ini tentu akan menyumbang terserapnya tenaga kerja yang lebih luas.. Dukungan Pemerintah Daerah dalam hal kebijakan pro UMKM, punya peran strategis terutama kemudahan perizinan, subsidi Pemda terhadap permodalan, peningkatan kapasitas, pemahaman kewirausahaan sosial, kewirausahaan digital, dan promosi produk lokal berbasis IT. Untuk itu Dinas Ketenagakerjaan, UMKM dan Koperasi serta Balai Latihan Kerja, harus diberi peran strategis untuk menjadi unit kerja Pemda yang terdepan dalam hal pemberian layanan dan peningkatan kapasitas pelaku UMKM. Jumlah UMKM di Parepare cukup besar, sekitar 17 ribuan, nomor urut ke-3 di Sulsel setelah Makassar dan Palopo. Namun ternyata belum mampu menjadi penyerap lapangan kerja. Berdasarkan data Provinsi Sulsel menunjukkan bahwa jumlah pengangguran di Parepare berada pada urutan ke-23 dari 24 kabupaten/kota di Sulsel, ini sebuah angka anomali. Bagaimana mungkin disatu sisi jumlah UMKM urutan ke-3 di Sulsel tetapi disaat yang bersamaan jumlah pengangguran juga tinggi?. Tentu ada yang salah.. Jika ANH dan TQ insya Allah terpilih menjadi Walikota dan Wakil Walijota Parepare, maka akan memberikan perhatian khusus kepada pengembangan koperasi dan pelaku UMKM melalui peningkatan kapasitas SDM dan produksi, pengembangan jaringan ke perbankan dan akses pasar serta memberikan bantuan modal tanpa bunga.]]>
https://sulsel.beritabaru.co/opini-koperasi-umkm-dan-pengangguran/feed/ 0 https://sulsel.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/26/2024/09/juru-bicara-anh-tq-bidang-koperasi-dan-umkm-300x200.jpeg
Kolom: Demo Akbar, Logika Mayoritarianisme dan Teladan Sang Nabi https://sulsel.beritabaru.co/kolom-demo-akbar-logika-mayoritarianisme-dan-teladan-sang-nabi/ https://sulsel.beritabaru.co/kolom-demo-akbar-logika-mayoritarianisme-dan-teladan-sang-nabi/#respond Mon, 16 Sep 2024 07:07:08 +0000 https://sulsel.beritabaru.co/?p=93807 ahmad sm

Oleh: Ahmad SM Anggota dan Peneliti di Laboratorium al-Qur’an dan Hadis (LSQH), UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Alumnus Southeast Dialogue Cities Conference, King Abdullah bin Abdulaziz International Centre for Interreligious and Intercultural Dialogue (KAICIID), di Bangkok, Thailand, 2023. Kelahiran Parepare, saat ini bermukim di Yogyakarta.


Belum lama tersebar sebuah rencana demo akbar di media sosial. Demo yang diorganisir oleh Forum Masyarakat Muslim Parepare (FM2P) hendak menolak pendirian sekolah Kristen yang disebut berada di tengah komunitas 100% berpenduduk muslim. Identitas agama Si Paling Banyak Jumlah yang membuat persoalan ini menjadi berwajah seolah Islam versus Kristen. Terlebih dengan mata telanjang, dapat disaksikan yang berunjuk rasa menyebut dirinya representasi “masyarakat muslim” dan yang menjadi tujuan dari demo tersebut ialah lembaga pendidikan milik yayasan Kristen. Mengapa ini bisa terjadi? Apakah rasa kewargaan dan kebangsaan di negeri dengan semboyan bhinneka tunggal ika ini begitu rapuh? Sehingga aksi-aksi model begini kerap terjadi. Di negeri yang sejak lama diizinkan diinjak oleh perbedaan, dewasa ini menuju ke arah yang tidak ramah bagi keberagaman identitas. Mengapa umat muslim sereaktif itu dengan sebuah lembaga pendidikan dari tradisi agama yang berbeda? Jika dirunut, demo ini seolah menjadi episode lanjutan dari peristiwa di akhir tahun 2023 lalu, ketika terjadi demo dengan tema serupa, oleh aktor yang tidak jauh berbeda. Kali ini, hanya berbeda momentum.

Jejak Parepare sebagai Kota Kosmopolit

Parepare, sebagai penyangga Ajatappareng dan Makassar, telah lama menjadi pusat lalu lintas orang dari berbagai penjuru dunia. Sejak pra-kemerdekaan, kota ini dilalui oleh orang-orang dari Belanda, Melayu, Enrekang, Toraja, Sidenreng Rappang, Pinrang, Barru dan masih banyak lagi. Keberagaman ini menandai Parepare sebagai kota yang heterogen, jauh dari kesan homogen atau monolitik dari segi identitas. Bahkan sejak berstatus afdeling (bagian pemerintahan), keberagaman di Parepare telah bagian integral atau roh dari identitas kota ini, yang terus berlanjut hingga pasca kemerdekaan. Sebagai kota transit, pusat perekonomian, Parepare membuka pintunya bagi siapa saja, tanpa memanda latar belakang suku, agama atau identitas. Kota ini menjadi rumah bagi para pendatang yang terlibat dalam aktivitas niaga, menetap dan akhir menjadi bagian dari masyarakat Parepare. Dengan lalu lintas yang kosmopolit dan terbuka, Parepare berkembang sebagai tempat yang menerima dan memelihara keberagaman. Namun, demo akbar tersebut bertentangan dengan semangat kosmopolitanisme Parepare. Demo tersebut, yang dipicu oleh penolakan terhadap pendirian sekolah Kristen di lingkungan dominan Muslim, menunjukkan logika mayoritarianisme yang sempit. Ini berlawanan dengan karakter Parepare sebagai kota yang menghargai keberagaman, terbuka dan memiliki pola pikir terbuka. Narasi yang dibangun dalam demo akbar tersebut memperlihat sesat pikir dan gagalnya memahami prinsip kewargaan di Indonesia. Selain itu, hanya mencoreng wajah Parepare yang dikenal ramah dan inklusif sejak lama. Ketakutan kelompok tersebut terang masih berada dalam logika kolonial, khususnya ketika melihat umat Kristen sama dengan wajah Barat yang dulu kala datang—selain mengambil kekayaan alam, juga menyebarkan agama Kristen. Selain tuduhan tersebut salah alamat, juga memberi kesan betapa lemahnya iman dari kelompok pendemo itu. Narasi kristenisasi adalah dalil klasik untuk membunuh keragaman di satu kawasan. Prasangka buruk tersebut tidak relevan dan bertentangan dengan sejarah Parepare yang plural dan kosmopolit. Parahnya kelompok tersebut juga historis. Catatan ini tidak ingin memprotes aksi menyuarakan pendapat di ruang publik—yang notabene adalah hak konstitusional, namun jika sudah mengeluarkan ujaran, hasutan kebencian dan anjuran untuk melakukan kekerasan. Saya kira, itu yang akan menjadi persoalan bagi semua orang, tidak penting latar agamanya. Khususnya bagi aparat kepolisian dan pemerintah kota Parepare yang tugas utamanya adalah menegakkan konstitusi dan menjaga kehidupan bangsa. Memastikan semua warganya bisa mengakses haknya secara setara—sebab ini juga mandat konstitusi yang hukumnya adalah fardhu ‘ain, harus ditunaikan oleh negara. Jika tindakan demo bernada primordial bernuansa agama seperti itu dibiarkan, Parepare akan mundur ke masa lalu, jauh dari semangat kosmopolitanisme.

Mengapa Mereka Demo Akbar?: Munculnya Logika Mayoritarisme

Berdasarkan sensus tahun 2020, populasi Kristiani di Parepare berkisar 7.000 jiwa, dengan perkiraan 30% di antaranya adalah pelajar. Artinya, ada sekitar 2.000 pelajar Kristiani di Parepare. Jumlah ini mencerminkan kebutuhan pendidikan khusus bagi mereka, apalagi terbatasnya guru-guru Pendidikan Agama Kristen/Katolik di sekolah-sekolah negeri yang membuat siswa Kristiani kesulitan dalam belajar agama di sekolah. Dalam konteks ini, pendirian sekolah Kristen tampaknya bisa menjadi solusi yang wajar dan tepat. Lantas mengapa Si Paling Banyak Jumlah itu merasa terusik? Yayasan Gamaliel, yang mendirikan sekolah tersebut jelas menarget siswa-siswi Kristiani, bukan Muslim. Dewasa ini, sangat jarang menemukan orang tua Muslim—terlebih di konteks Parepare—menyekolahkan anaknya di sekolah swasta berbasis Kristen. Jadi, pertanyaan mendasarnya ialah: mengapa Si Paling Banyak Jumlah tersebut merasa terancam atau mengalami ketakutan? Noorhaidi Hasan, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, pakar politik Islam, menerangkan bahwa ketakutan orang-orang tersebut berasal dari mentalitas sedang "dikepung" (under siege mentality) oleh proyek misionaris Kristen yang dianggap sebagai ancaman bagi eksistensi komunitas Muslim. Mentalitas terkepung inilah yang menimbulkan rasa takut berlebihan, atau yang disebut oleh Edward W. Said sebagai imagined fear –ketakutan yang dibentuk melalui stereotip dan prasangka terhadap “yang lain” Demo akbar dengan dalil identitas primordial bahwa kelompok A (Kristiani) tidak cocok mendirikan sekolah di wilayah mayoritas B (Muslim) —adalah dalil yang melanggengkan logika mayoritarianisme. Logika ini kerap ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk kota kecil bernama Parepare, di mana kelompok yang dominan merasa memiliki hak lebih atas ruang publik dan kehidupan sosial. Logika mayoritarianisme ini mengakibatkan kelompok komunitas agama yang secara jumlah tidak banyak di daerah tertentu—dalam kehidupan publik mendapat rintangan, dalam hal mengekspresikan diri, menunaikan ibadahnya secara bebas, kesetaraan mengakses birokrasi dan memperoleh kesempatan lain yang setara dengan warga lain dengan identitas yang dominan. Lebih jauh, logika mayoritarianisme ini sering kali mengkristal menjadi mental tiran yang otoriter, di mana kelompok yang merasa banyak dari segi jumlah menggunakan kekuasaan jumlahnya untuk menekan dan menindas kelompok yang dari segi jumlah tidak dominan. Dalam kasus ini, kendati sekolah Kristen milik Yayasan Gamaliel sudah mengantongi izin dari Pemerintah Daerah (Pemda), kelompok yang jumlahnya banyak merasa berhak untuk menolak dan memaksa mereka pergi. Ini menjadi cermin kolonialisme dalam bentuk baru, di mana kemanusiaan diinjak-injak. Ketika kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaan dan berpikiran waras ikut tersinggung, kecuali orang gila dan berjiwa kriminal, biarpun dia sarjana, demikian kata Pramoedya Ananta Toer dalam “Bumi Manusia”.

Teladan Sang Nabi

Dalam suasana peringatan kelahiran tokoh reformator dunia, Muhammad bin Abdullah (530-632 M), kita diingatkan akan teladan beliau dalam membangun masyarakat kosmopolit dan beragam. Nabi Muhammad berhasil memimpin masyarakat Madinah, di mana perbedaan diakui dan dihamorniskan. Kota itu menjadi contoh bagaimana komunitas berbeda agama dan keyakinan dapat hidup berdampingan dalam perdamaian. Hal serupa juga pernah terjadi di peradaban Andalusia (sekarang Spanyol), di mana umat Yahudi, Kristen dan Muslim pernah hidup berdampingan tanpa ada demonstrasi atau protes sektarian. Salah satu kunci dari keberhasilan Nabi Muhammad SAW adalah Piagam Madinah (Mitsaqul Madinah), sebuah perjanjian yang menekankan pentingnya kesetaraan dan keadilan sosial bagi semua, tanpa memandang agama. Nabi tidak hanya menerima perbedaan, tetapi juga mengelola dengan bijak, menjadikannya kekuatan untuk membangun masyarakat yang adil dan harmonis. Perbedaan bukanlah alasan untuk memecah belah, melainkan sebuah berkah yang bisa diolah menjadi harmoni sosial. Contoh lain yang memperlihatkan sikap Nabi terhadap keberagaman terlihat pada tahun 631 M, ketika delegasi Kristen dari Najran datang ke Madinah untuk berdiskusi dengan Nabi mengenai berbagai isu teologis dan politik. Pertemuan tersebut berlangsung dengan damai dan penuh rasa hormat. Selepas pertemuan tersebut, Nabi Muhammad juga membuat perjanjian dengan kaum Kristen Najran yang berisi jaminan kebebasan beragama serta perlindungan atas harta benda dan rumah ibadah mereka. Salah satu isi perjanjian itu berbunyi: “Bagi mereka hak atas perlindungan Allah dan jaminan dari Muhammad, nabi Allah, untuk gereja-gereja mereka, biara-biara mereka, kehidupan dan harta benda mereka. Mereka tidak boleh dipaksa meninggalkan agama mereka, dan tidak boleh diganggu” Jika segelintir orang, entah dia orang Soreang atau pun orang yang menumpang kepentingan di Soreang, dan mengaku sebagai pengikut Nabi Agung Muhammad SAW namun menunjukkan sikap intoleransi terhadap mereka yang berbeda agama, mereka perlu belajar, dan tidak boleh berhenti belajar tentang akhlak Nabi. Nabi Muhammad SAW satu milenium lebih meninggalkan pusaka yang berharga, berupa teladan akhlak mulia, terutama dalam berinteraksi dengan orang yang berbeda agama atau keyakinan. Sang Nabi tidak hanya memberi perintah, namun juga menunjukkan melalui tindakan bahwa umat Kristen, beserta gereja, kehidupan dan harta benda mereka tidak boleh diganggu alias harus dilindungi. Di era kebencian makin ramai, kita butuh islam ramah, bukan islam marah!]]>
ahmad sm

Oleh: Ahmad SM Anggota dan Peneliti di Laboratorium al-Qur’an dan Hadis (LSQH), UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Alumnus Southeast Dialogue Cities Conference, King Abdullah bin Abdulaziz International Centre for Interreligious and Intercultural Dialogue (KAICIID), di Bangkok, Thailand, 2023. Kelahiran Parepare, saat ini bermukim di Yogyakarta.


Belum lama tersebar sebuah rencana demo akbar di media sosial. Demo yang diorganisir oleh Forum Masyarakat Muslim Parepare (FM2P) hendak menolak pendirian sekolah Kristen yang disebut berada di tengah komunitas 100% berpenduduk muslim. Identitas agama Si Paling Banyak Jumlah yang membuat persoalan ini menjadi berwajah seolah Islam versus Kristen. Terlebih dengan mata telanjang, dapat disaksikan yang berunjuk rasa menyebut dirinya representasi “masyarakat muslim” dan yang menjadi tujuan dari demo tersebut ialah lembaga pendidikan milik yayasan Kristen. Mengapa ini bisa terjadi? Apakah rasa kewargaan dan kebangsaan di negeri dengan semboyan bhinneka tunggal ika ini begitu rapuh? Sehingga aksi-aksi model begini kerap terjadi. Di negeri yang sejak lama diizinkan diinjak oleh perbedaan, dewasa ini menuju ke arah yang tidak ramah bagi keberagaman identitas. Mengapa umat muslim sereaktif itu dengan sebuah lembaga pendidikan dari tradisi agama yang berbeda? Jika dirunut, demo ini seolah menjadi episode lanjutan dari peristiwa di akhir tahun 2023 lalu, ketika terjadi demo dengan tema serupa, oleh aktor yang tidak jauh berbeda. Kali ini, hanya berbeda momentum.

Jejak Parepare sebagai Kota Kosmopolit

Parepare, sebagai penyangga Ajatappareng dan Makassar, telah lama menjadi pusat lalu lintas orang dari berbagai penjuru dunia. Sejak pra-kemerdekaan, kota ini dilalui oleh orang-orang dari Belanda, Melayu, Enrekang, Toraja, Sidenreng Rappang, Pinrang, Barru dan masih banyak lagi. Keberagaman ini menandai Parepare sebagai kota yang heterogen, jauh dari kesan homogen atau monolitik dari segi identitas. Bahkan sejak berstatus afdeling (bagian pemerintahan), keberagaman di Parepare telah bagian integral atau roh dari identitas kota ini, yang terus berlanjut hingga pasca kemerdekaan. Sebagai kota transit, pusat perekonomian, Parepare membuka pintunya bagi siapa saja, tanpa memanda latar belakang suku, agama atau identitas. Kota ini menjadi rumah bagi para pendatang yang terlibat dalam aktivitas niaga, menetap dan akhir menjadi bagian dari masyarakat Parepare. Dengan lalu lintas yang kosmopolit dan terbuka, Parepare berkembang sebagai tempat yang menerima dan memelihara keberagaman. Namun, demo akbar tersebut bertentangan dengan semangat kosmopolitanisme Parepare. Demo tersebut, yang dipicu oleh penolakan terhadap pendirian sekolah Kristen di lingkungan dominan Muslim, menunjukkan logika mayoritarianisme yang sempit. Ini berlawanan dengan karakter Parepare sebagai kota yang menghargai keberagaman, terbuka dan memiliki pola pikir terbuka. Narasi yang dibangun dalam demo akbar tersebut memperlihat sesat pikir dan gagalnya memahami prinsip kewargaan di Indonesia. Selain itu, hanya mencoreng wajah Parepare yang dikenal ramah dan inklusif sejak lama. Ketakutan kelompok tersebut terang masih berada dalam logika kolonial, khususnya ketika melihat umat Kristen sama dengan wajah Barat yang dulu kala datang—selain mengambil kekayaan alam, juga menyebarkan agama Kristen. Selain tuduhan tersebut salah alamat, juga memberi kesan betapa lemahnya iman dari kelompok pendemo itu. Narasi kristenisasi adalah dalil klasik untuk membunuh keragaman di satu kawasan. Prasangka buruk tersebut tidak relevan dan bertentangan dengan sejarah Parepare yang plural dan kosmopolit. Parahnya kelompok tersebut juga historis. Catatan ini tidak ingin memprotes aksi menyuarakan pendapat di ruang publik—yang notabene adalah hak konstitusional, namun jika sudah mengeluarkan ujaran, hasutan kebencian dan anjuran untuk melakukan kekerasan. Saya kira, itu yang akan menjadi persoalan bagi semua orang, tidak penting latar agamanya. Khususnya bagi aparat kepolisian dan pemerintah kota Parepare yang tugas utamanya adalah menegakkan konstitusi dan menjaga kehidupan bangsa. Memastikan semua warganya bisa mengakses haknya secara setara—sebab ini juga mandat konstitusi yang hukumnya adalah fardhu ‘ain, harus ditunaikan oleh negara. Jika tindakan demo bernada primordial bernuansa agama seperti itu dibiarkan, Parepare akan mundur ke masa lalu, jauh dari semangat kosmopolitanisme.

Mengapa Mereka Demo Akbar?: Munculnya Logika Mayoritarisme

Berdasarkan sensus tahun 2020, populasi Kristiani di Parepare berkisar 7.000 jiwa, dengan perkiraan 30% di antaranya adalah pelajar. Artinya, ada sekitar 2.000 pelajar Kristiani di Parepare. Jumlah ini mencerminkan kebutuhan pendidikan khusus bagi mereka, apalagi terbatasnya guru-guru Pendidikan Agama Kristen/Katolik di sekolah-sekolah negeri yang membuat siswa Kristiani kesulitan dalam belajar agama di sekolah. Dalam konteks ini, pendirian sekolah Kristen tampaknya bisa menjadi solusi yang wajar dan tepat. Lantas mengapa Si Paling Banyak Jumlah itu merasa terusik? Yayasan Gamaliel, yang mendirikan sekolah tersebut jelas menarget siswa-siswi Kristiani, bukan Muslim. Dewasa ini, sangat jarang menemukan orang tua Muslim—terlebih di konteks Parepare—menyekolahkan anaknya di sekolah swasta berbasis Kristen. Jadi, pertanyaan mendasarnya ialah: mengapa Si Paling Banyak Jumlah tersebut merasa terancam atau mengalami ketakutan? Noorhaidi Hasan, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, pakar politik Islam, menerangkan bahwa ketakutan orang-orang tersebut berasal dari mentalitas sedang "dikepung" (under siege mentality) oleh proyek misionaris Kristen yang dianggap sebagai ancaman bagi eksistensi komunitas Muslim. Mentalitas terkepung inilah yang menimbulkan rasa takut berlebihan, atau yang disebut oleh Edward W. Said sebagai imagined fear –ketakutan yang dibentuk melalui stereotip dan prasangka terhadap “yang lain” Demo akbar dengan dalil identitas primordial bahwa kelompok A (Kristiani) tidak cocok mendirikan sekolah di wilayah mayoritas B (Muslim) —adalah dalil yang melanggengkan logika mayoritarianisme. Logika ini kerap ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk kota kecil bernama Parepare, di mana kelompok yang dominan merasa memiliki hak lebih atas ruang publik dan kehidupan sosial. Logika mayoritarianisme ini mengakibatkan kelompok komunitas agama yang secara jumlah tidak banyak di daerah tertentu—dalam kehidupan publik mendapat rintangan, dalam hal mengekspresikan diri, menunaikan ibadahnya secara bebas, kesetaraan mengakses birokrasi dan memperoleh kesempatan lain yang setara dengan warga lain dengan identitas yang dominan. Lebih jauh, logika mayoritarianisme ini sering kali mengkristal menjadi mental tiran yang otoriter, di mana kelompok yang merasa banyak dari segi jumlah menggunakan kekuasaan jumlahnya untuk menekan dan menindas kelompok yang dari segi jumlah tidak dominan. Dalam kasus ini, kendati sekolah Kristen milik Yayasan Gamaliel sudah mengantongi izin dari Pemerintah Daerah (Pemda), kelompok yang jumlahnya banyak merasa berhak untuk menolak dan memaksa mereka pergi. Ini menjadi cermin kolonialisme dalam bentuk baru, di mana kemanusiaan diinjak-injak. Ketika kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaan dan berpikiran waras ikut tersinggung, kecuali orang gila dan berjiwa kriminal, biarpun dia sarjana, demikian kata Pramoedya Ananta Toer dalam “Bumi Manusia”.

Teladan Sang Nabi

Dalam suasana peringatan kelahiran tokoh reformator dunia, Muhammad bin Abdullah (530-632 M), kita diingatkan akan teladan beliau dalam membangun masyarakat kosmopolit dan beragam. Nabi Muhammad berhasil memimpin masyarakat Madinah, di mana perbedaan diakui dan dihamorniskan. Kota itu menjadi contoh bagaimana komunitas berbeda agama dan keyakinan dapat hidup berdampingan dalam perdamaian. Hal serupa juga pernah terjadi di peradaban Andalusia (sekarang Spanyol), di mana umat Yahudi, Kristen dan Muslim pernah hidup berdampingan tanpa ada demonstrasi atau protes sektarian. Salah satu kunci dari keberhasilan Nabi Muhammad SAW adalah Piagam Madinah (Mitsaqul Madinah), sebuah perjanjian yang menekankan pentingnya kesetaraan dan keadilan sosial bagi semua, tanpa memandang agama. Nabi tidak hanya menerima perbedaan, tetapi juga mengelola dengan bijak, menjadikannya kekuatan untuk membangun masyarakat yang adil dan harmonis. Perbedaan bukanlah alasan untuk memecah belah, melainkan sebuah berkah yang bisa diolah menjadi harmoni sosial. Contoh lain yang memperlihatkan sikap Nabi terhadap keberagaman terlihat pada tahun 631 M, ketika delegasi Kristen dari Najran datang ke Madinah untuk berdiskusi dengan Nabi mengenai berbagai isu teologis dan politik. Pertemuan tersebut berlangsung dengan damai dan penuh rasa hormat. Selepas pertemuan tersebut, Nabi Muhammad juga membuat perjanjian dengan kaum Kristen Najran yang berisi jaminan kebebasan beragama serta perlindungan atas harta benda dan rumah ibadah mereka. Salah satu isi perjanjian itu berbunyi: “Bagi mereka hak atas perlindungan Allah dan jaminan dari Muhammad, nabi Allah, untuk gereja-gereja mereka, biara-biara mereka, kehidupan dan harta benda mereka. Mereka tidak boleh dipaksa meninggalkan agama mereka, dan tidak boleh diganggu” Jika segelintir orang, entah dia orang Soreang atau pun orang yang menumpang kepentingan di Soreang, dan mengaku sebagai pengikut Nabi Agung Muhammad SAW namun menunjukkan sikap intoleransi terhadap mereka yang berbeda agama, mereka perlu belajar, dan tidak boleh berhenti belajar tentang akhlak Nabi. Nabi Muhammad SAW satu milenium lebih meninggalkan pusaka yang berharga, berupa teladan akhlak mulia, terutama dalam berinteraksi dengan orang yang berbeda agama atau keyakinan. Sang Nabi tidak hanya memberi perintah, namun juga menunjukkan melalui tindakan bahwa umat Kristen, beserta gereja, kehidupan dan harta benda mereka tidak boleh diganggu alias harus dilindungi. Di era kebencian makin ramai, kita butuh islam ramah, bukan islam marah!]]>
https://sulsel.beritabaru.co/kolom-demo-akbar-logika-mayoritarianisme-dan-teladan-sang-nabi/feed/ 0 https://sulsel.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/26/2024/09/WhatsApp-Image-2024-09-16-at-14.56.07-300x169.jpeg