Kolom: “Juara tanpa Stadion”
Berita Baru, Kolom – Dari PSM kita belajar bahwa bola memang bulat tidak datar.
‘Juara tanpa Stadion’. Demikian yang tersebar dari beragam sudut pandang baik pengamat maupun penikmat perihal keberadaan PSM di pucuk klasemen setelah di musim-musim sebelumnya harus berjibaku bahkan hampir degradasi.
Perjuangan ‘Pasukan Ramang’ dengan memaksimalkan potensi pemain muda yang diracik sedemikian rupa oleh Bernardo Tavares, pelatih asal Portugal akhirnya membuahkan hasil.
Komitmen dan mental pantang menyerah sampai detik terakhir para pemain tunjukkan bersama sikap tak berlebihan pada setiap kemenangan. Tercatat tim Ayam Jantan dari Timur tidak terkalahkan selama bermain di Stadion Gelora Bacharuddin Jusuf Habibie, dan di Parepare PSM Juara.
Apa yang terjadi pada PSM di tahun ini mengingatkan kisah Datu Musseng Cs, yang memulai budaya ‘raga’ (sepak) di Tana Bugis – Makassar (Sulawesi Selatan). Datu Musseng seorang pembaca ulung dan pengembara nan tangguh sekaligus panglima perang yang tidak melihat bayangan hidungnya sejak lahir.
Informasi tentang ‘hal bulat yang dapat di sepak’ (read: bola sepak) masih sangat minim kala itu. Bisajadi adegan bangsa Anglo Saxon ataupun barangkali orang dari Dinasti Han di atas kapal memainkan ‘bola sepak’ pernah Datu Musseng sekilas saksikan ketika perjalanan berguru ke Tana Suci Makka untuk belajar Bunga Ejana Madina, Ilmu yang ia terima saat meninggalkan Maipa Deapati.
Bagaimanapun juga dalam berbagai catatan rangkaian panjang sejarah ‘bola sepak’ termasuk yang terjadi bahkan ribuan tahun silam di pedalaman Suku Aztec semuanya menyebutkan bahwa yang disepak itu adalah sesuatu yang bulat dan dapat mengelinding di arena yang datar bahkan bergelombang.
Eits, kenapa ini kita terlalu jauh membahas itu yah, hehe. Bagaimana dengan PSM (Persaudaraan Sepakbola Makassar) apa yang dapat kita pelajari?
Macassarche Voetbal Bond (MVB) yang berdiri kokoh sejak tahun 1915 menjelma embrio dari Pasukan Ramang atau juga Juku Eja (Ikan Merah), ataupun menyandang gelar dari Belanda sebahai ‘Ayam Jantan dari Timur’.
Dari kata ‘Persaudaraan’ huruf P dinama PSM di masa persyarikatan berubah menjadi Persatuan Sepakbola Makassar hingga saat ini.
Bersyukur klub kebanggaan masyarakat Sulsel ini tidak pernah turun kasta merasakan zona degradasi. Dengan perolehan Juara Liga sebanyak 7 kali, termasuk yang terbaru setelah 23 tahun menanti.
Semalam telah beredar sinrilik lantunan Arief Dg. Rate, seorang pemuda penerus pemetik musik ‘perang’ sekaligus ‘pengingat’ terkait kilasan perjuangan dari masa ke masa para pejuang dan laskar di lapangan hijau.
Dalam semangat para pemain saya merenungkan kembali bagaimana Datu Musseng bertarung untuk kehormatannya di Sumbawa dan membawa Maipa Deapati kembali ke Makassar.
Apakah PSM akan bisa kembali ke Makassar sebagaimana apa yang tersemat di namanya? Sepertinya, partai final dengan karcis yang lebih mahal dari harga tiket konser Dewa 19 atau bahkan BlackPink belum bisa jadi jawabannya.
Barangkali jawabannya bisa kita temukan pada bola yang bulat. Selamat Berbuka Juara @psm_makassar.
Penulis:
Ibrah La Iman