Gagasan Nurhaldin-Taqyuddin Soal Kesetaraan Gender, Disabilitasi, dan Inklusi Sosial
Berita Baru, Parepare – Pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Parepare nomor urut 1, Andi Nurhaldin Nurdin Halid-Taqyuddin Djabbar memiliki gagasan tentang masalah kesetaraan gender, disabilitas dan inklusi sosial.
Hal itu dikatakan Juru Bicara (Jubir) Nurhaldin-Taqyuddin Bidang GEDSI, Asni Tendi, pada Selasa (1/10/2024).
“Dalam pergaulan sehari-hari termasuk di forum resmi sekalipun, kata gender sering diasosiasikan kepada perempuan. Pemahaman ini salah besar atau keliru,” katanya.
“Gender sesungguhnya adalah pembagian peran antara perempuan dan laki-laki yang dikonstruksi secara sosial. Itulah sebabnya mengapa pembagian peran antara perempuan dan laki-laki ada perbedaan antara satu daerah dengan daerah lainnya,” tambahnya.
“Gender bukan jenis kelamin karena sifatnya yang sosial dan budaya, bukan biologis. Jadi Gender itu lebih menekankan pada identitas personal yang dikonstruksi secara sosial dan budaya, sedangkan jenis kelamin lebih melihat pada perbedaan biologis fisik,” ujar Asni.
Asni mengatakan kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan infrastruktur, sumber daya alam, dan sebagainya. Baik perempuan maupun laki-laki semuanya mendapat kesamaan dalam menikmati semua sektor pembangunan secara setara.
Dirinya juga mengutarakan pendekatan pembangunan bukanlah suatu program tersendiri dan bukan pula meminta alokasi anggaran khusus tetapi melainkan gender itu terintegrasi pada semua sektor pembangunan.
Sederhananya, lanjut dia, jika SKPD ingin menyusun rencana program, sebaiknya mengawalinya dengan melakukan analisis gender.
“Program atau kegiatan yang direncanakan itu, siapa yang paling membutuhkannya? (perempuan atau laki-laki?), siapa yang paling tertinggal? atau siapa yang paling rendah aksesnya, partisipasinya, kontrolnya, dan manfaat yang diterima dari pembangunan?,” jelasnya.
“Alat yang digunakan untuk menganalisis kesenjangan gender, pada umumnya Kementerian/Lembaga dan Pemda menggunakan Gender Analisis Patway (GAP) dan untuk mengalokasikan anggarannya menggunakan alat analisis Gender Budget Statement (GBS),” tambahnya.
Dirinya juga mengatakan jika GAP dan GBS dibuat dengan baik, dalam arti dilengkapi data dan fakta yang valid, maka akan memudahkan para perencana pembangunan untuk mengidentifikasi siapa penerima manfaat yang paling tepat dari program/kegiatan pemerintah.
“Jika ini dilakukan dengan baik, maka tidak ada lagi yang mengatakan bahwa program/kegiatan itu salah sasaran. Mengapa salah sasaran? Itu karena tidak diawali dengan melakukan analisis gender (GAP dan GBS),” ucapnya.
Berhubung saat ini pendekatan pembangunan bukan hanya melihat pada aspek gender saja, maka sebaiknya staf perencana di semua SKPD dalam melakukan analisis gender melalui GAP dan GBS, maka sekalian juga menganalisis pula situasi penerima manfaat penyandang disabilitas dan mereka yang masuk dalam kategori rentan dan marginal (inklusi sosial).
Pengalaman di daerah lain yang berhasil membuat rencana program/kegiatan yang disertai dengan GAP dan GBS, akan memudahkan staf SKPD tersebut ketika berhadapan dengan anggota DPRD dari komisi terkait atau Badan Anggaran.
Rencana program/kegiatan dan anggaran yang diusulkan tidak dicoret oleh anggota DPRD, justru sebaliknya sering mengalami penambahan anggaran. Di sinilah mengapa analisis gender itu (GAP dan GBS) penting diketahui oleh staf perencana.
GAP dan GBS membantu pemerintah untuk menyelaraskan isu strategis dan prioritas dengan kemampuan daerah dan membantu perencana untuk melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan kebijakan, program, dan kegiatan Pembangunan.
“Jika ANH dan TQ Insya Allah terpilih menjadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Parepare, maka akan memperdalam kapasitas staf perencana di semua SKPD agar terampil melakukan analisis GEDSI melalui alat analisis GAP dan GBS,” tegas Asni Tande.