Di Kampung Cinta, Mengalir Sungai Rasa
Berita Baru , Kolom – Sungai Rasa mengalir sejuk mengisi relung-relung kehidupan Kampung Cinta. Pada suatu masa di bantaran Sungai Rasa, hiduplah keluarga sederhana. Pak Rahman dan keluarga serta penduduk Kampung Cinta hidup dari karunia alam, mereka bercocok tanam buah-buahan. Pak Rahman menanami lahannya yang sekira sehektar dengan buah apel, jeruk, stroberi, juga sebagian lagi ditanami jahe merah, kunyit, dan cabai. Masyarakat Kampung Cinta hidup bersahaja.
Kampung Cinta, pesona keindahannya tersebar ke pelosok negeri, masyarakat menikmatinya dengan suka cita. Namun di setiap tempat ada saja yang berbeda. Tetangga Pak Rahman, Pak Resah menunjukkan ambisinya untuk lebih menyemarakkan Kampung Cinta, agar pesonanya tidak hanya dikenal di pelosok negeri tapi juga hingga seantero luar negeri.
Sugesti ambisi Pak Resah berusaha ia tularkan pada keluarganya dan juga warga Kampung Cinta. Dikenal sebagai pemilik lahan perkebunan terluas di Kampung Cinta, Pak Resah memboyong tetangganya dan beberapa warga untuk pelesir ke negeri Singa. Kecuali Pak Rahman, dia memilih untuk menikmati masa pasca panen itu untuk berkunjung ke rumah gurunya yang berada di atas Bukit Rindu, sekira 999km dari Kampung Cinta.
Di negeri Singa, Pak Resah yang telah berulang kali pergi pulang ke negeri itu menceritakan ambisinya dan menyugesti keluarga dan warga kampung. Pak Resah ingin menjadikan lahannya dan Kampung Cinta serpihan dari negeri Singa. Lampu-lampu dimana-mana, bangunan-bangunan megah, jembatan fullvariasi membelah Sungai Rasa, hingga melebarkan jalan Kampung Cinta.
Tak lupa Pak Resah mencanangkan pembuatan masjid megah yang terapung. Pak Resah berharap dengan begitu, dia akan mendapatkan semakin banyak uang dari banyaknya pengunjung ke lahannya nanti dan Kampung Cinta.
Tidak menunggu waktu lama setelah berkunjung dari negeri Singa. Pak Resah memulai langkah-langkah mewujudkan ambisinya. Ia berkeliling kemana-mana mengusahakan modal untuk membangun ambisinya dengan atas nama kebaikan masyarakat Kampung Cinta.
Lahan Pak Resah pun disulap penuh lampu-lampu, bangunan megah, jembatan full variasi membela Sungai Rasa, dan dilahannya jalanan dilebarkan. Dalam proses membangun ambisinya itu, Pak Resah menjadi power syndrome, kadang arogansi dan amarahnya dipertontonkan pada keluarga dan tetangga-tetangganya, karena mereka melakukan sesuatu yang tak sesuai dengan keinginannya. Tidak hanya itu Pak Resah bersifat angkuh pada sesamanya pemilik lahan perkebunan di Kampung Cinta.
Terkhusus pada pembangunan masjid terapung yang harus mereklamasi sungai, Pak Resah menggunakan beragam cara agar itu bisa terlaksana. Baginya itu adalah simbol yang akan membuat warga terus mengenangnya sampai kapanpun.
Lahan Pak Resah kini gemerlap, dia mengundang orang-orang penting menikmati kemilau lahan yang telah disulapnya. Orang-orang berdecak kagum, Pak Resah dipuji sampai ke surga. Tapi tidak bagi masyarakat, pembangunan yang dilakukan Pak Resah berpengaruh buruk untuk Kampung Cinta.
Hal berbeda dilakukan oleh Pak Rahman, pasca panen setelah belajar mendalami cocok tanam buah di Bukit Rindu. Sembari Pak Resah membangun ambisinya. Pak Rahman melakukan hal-hal sederhana, membenahi sistem cocok tanam di lahannya, Pak Rahman merekrut beberapa warga khususnya yang kurang mampu dan dilatihnya dengan pemahaman cocok tanam buah yang baik, dimulai dari pemilihan bibit, proses penanaman, perawatan, hinga nanti cara panen, pengemasan, hingga strategi pemasaran. Saat Pak Resah membangun fisik lahannya, Pak Rahman fokus membangun kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Kampung Cinta.
Musim penen tiba di Kampung Cinta, Pak Rahman menuai apa yang ditanamnya, dari lahan sekira satu hektar miliknya, dia bisa menjadi pemilik perkebunan buah dengan hasil panen terbanyak dengan kualitas buah yang baik. Dengan sikap Pak Rahman yang ramah dan santun serta peduli pada nasib orang yang tidak mampu, membuatnya banyak disukai warga Kampung Cinta.
Berbeda dengan hasil panen Pak Resah, lahannya gagal panen, buah-buahnya banyak yang rusak dan busuk, banyak yang mengira itu mungkin pengaruh pembangunan ambisinya. Pak Resah sepertinya harus mengubur harapannya akan meraup untung banyak dari pengunjung penikmat-penikmat buah dengan kualitas bangunan fisik yang mewah juga masjid terapung.
Saat ini, Pak Resah harus menanggung kerugian tiga kali lipat. Pertama, gagal panen. Kedua, modal yang ia pinjam dari investor tidaklah gratis. Ketiga, impiannya selama ini untuk menjadi kepala kampung tidak dapat dia raih.
Pak Rahman yang terpilih menjadi Kepala Kampung Cinta didatangi banyak pemilik lahan perkebunan untuk belajar cocok tanam buah yang baik. Hingga Pak Rahman menggagas Balai Pelatihan khusus cocok tanam buah, diperuntukkan bagi siapa saja. Kampung Cinta pun tak hanya dikenal sebagai penghasil buah kualitas tinggi tapi juga dikenal sebagai penghasil petani-petani buah yang baik.
Pak Rahman dikenal sangat peduli pada pembangunan Sumber Daya Manusia Kampung Cinta. Baginya tidak ada tawar menawar untuk pengembangan imajinasi, kreatifitas, inovasi dan semangat untuk menjadi lebih baik di masa depan. Setiap pasca panen, puluhan pemuda-pemudi pilihan Kampung Cinta diutus untuk belajar pelbagai keilmuan keluar negeri. Pemilik lahan diajak Pak Rahman untuk membiayai dan memfasilitasi pemuda-pemudi tersebut.
Pak Rahman tidak berambisi merubah Kampung Cinta seperti luar negeri yang dihiasi lampu-lampu, jalanan lebar, jembatan full variasi bling-bling, juga masjid terapung. Pak Rahman melakukan kebalikannya. Bangunan tradisional mendapatkan tempat, dipertahankan dan dirawat bersama budaya Kampung Cinta.
Setiap pengunjung Kampung Cinta dibuatkan batas kendaraan bermesin, lahan perkebunan warga dijaga kealamiannya. Pengunjung difasilitasi bendi-bendi untuk mengelilingi dan menikmati areal perkebunan serta mereka dapat memetik buah langsung dari pohonnya.
Bangunan-bangunan dibuat sederhana dan bermanfaat langsung untuk kebutuhan warga. Sejak Pak Rahman terpilih, warga dan pengunjung menggunakan perahu hilir mudik menyebrang atau mengikuti arus Sungai Rasa, dan buah-buah juga bisa dipetik dari atas perahu.
Di Kampung Cinta, pengunjung betah menginap di rumah-rumah warga walau hanya dihiasi lampu pelita sederhana dan disinari rembulan malam. Setiap warga Kampung Cinta menghias rumah-rumah mereka dengan senyuman dan keramahtamahan, tercermin dari sikap pemimpin mereka yang bersahaja.
Pemuda-pemudi yang setiap pasca panen dikirim untuk belajar di luar, satu persatu menyelesaikan pelajarannya dan kembali ke Kampung Cinta. Dengan bantuan mereka Kampung Cinta kini dikenal sebagai eksportir high recommended hingga ke pelosok-pelosok luar negeri.
Kebiasaan Pak Rahman sederhana, mungkin itu adalah kebahagiaan yang dititipkan Pencipta padanya. Dia berkeliling kampung dari rumah ke rumah bercerita, minum kopi bersama, berbagi pengalaman, menguatkan harapan, memudahkan urusan, menegakkan kebersamaan, merawat saling menghormati, menghargai impian, memeluk kasih sayang, juga menebarkan rasa cinta pada kampung.
La Rahing.