
Pahlawan Jaman Now: Keren Bukan Karena Viral, Tapi Literasi
Oleh: Kalsum, M.Pd (Dosen Pendidikan Bahasa Inggris IAIN Parepare)
“The principal goal of education is to create people who are capable of doing new things, not simply repeating what past generations have done.”
— Jean Piaget
Dalam arus zaman yang bergerak cepat, pahlawan tidak lagi selalu hadir dalam wujud mereka yang mengangkat senjata atau berjuang di medan pertempuran fisik. Hari ini, pahlawan bisa saja hadir dalam diri seseorang yang diam-diam berjuang mengasah akal, mendisiplinkan diri membaca, bertanya, dan mengolah pengetahuan dengan tekun. Di tengah banjir informasi dan gempuran teknologi, literasi dan kemandirian belajar menjadi wujud kepahlawanan intelektual yang paling nyata dan relevan.
Teori konstruktivisme yang dikembangkan oleh Jean Piaget dan Lev Vygotsky menegaskan bahwa belajar bukanlah proses memindahkan pengetahuan dari guru ke kepala murid. Belajar adalah perjuangan aktif, internal, dan reflektif. Piaget menggambarkan belajar sebagai proses membangun struktur pengetahuan melalui pengalaman dan penalaran. Sementara Vygotsky menekankan pentingnya dialog dan lingkungan sosial sebagai ruang tumbuhnya kesadaran intelektual. Di titik inilah belajar menjadi tindakan heroic tindakan sadar untuk memahami dunia dan memaknai keberadaan diri di dalamnya.
Literasi, dalam konteks ini, bukan sekadar kemampuan membaca dan menulis. Ia adalah kecakapan menginterpretasi realitas, memilah kebenaran dari kebisingan informasi, serta mengambil sikap yang bertanggung jawab. Di masa ketika berita bohong, sensasi, dan klaim tanpa dasar menjadi komoditas harian, kemampuan literasi menjadi tameng moral dan intelektual. Individu yang literat tidak mudah dicemari bias, tidak gampang terprovokasi, dan tidak terburu-buru menyimpulkan tanpa data.
“What a child can do in cooperation today, he can do alone tomorrow.”
— Lev Vygotsky
Namun literasi tidak akan kuat tanpa kemandirian belajar. Kemandirian belajar adalah kemauan untuk tidak menunggu diarahkan, tetapi mengarahkan diri sendiri. Ia adalah kemampuan mengelola waktu, motivasi, rasa ingin tahu, serta keberanian untuk bersalah dan memperbaiki diri. Di sinilah nilai kepahlawanan intelektual itu tumbuh: perjuangan sunyi yang tidak membutuhkan tepuk tangan, tetapi berdampak besar bagi masa depan.
Kita sering lupa bahwa perjuangan di bidang ilmu pengetahuan tidak kalah berat dari perjuangan fisik. Membuka buku ketika orang lain memilih layar hiburan, berdiskusi ketika orang lain merasa cukup dengan asumsi, atau belajar kembali ketika gagal memahami sesuatu—semua itu adalah bentuk pengorbanan. Tetapi pengorbanan itulah yang menumbuhkan karakter.
Generasi yang literat dan mandiri belajar adalah generasi yang merdeka berpikir. Dan bangsa yang memiliki warga merdeka berpikir adalah bangsa yang kuat, dewasa, dan tidak mudah dipermainkan oleh kepentingan.
Maka, mari kita rayakan kepahlawanan bukan hanya di ruang sejarah, tetapi di ruang belajar hari ini. Karena masa depan peradaban ditentukan bukan hanya oleh mereka yang berani maju di medan perang, tetapi juga oleh mereka yang berani berpikir.
Rctiplus.com
pewartanusantara.com
Jobnas.com
Serikatnews.com
Serdadu.id
Beritautama.co
kalbarsatu.id
surau.co
