Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

anh-tq
Juru Bicara (Jubir) Nurhaldin-Taqyuddin, Asdi Tendi.

ANH-TQ Siapkan Program GEDSI dalam Pembangunan Gender, Disabilitas dan Inklusi



Berita Baru, Parepare – Juru bicara (Jubir) Andi Nurhaldin Nurdin Halid-Taqyuddin Djabbar (ANH-TQ) Bidang Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI), Asni Tande mengatakan, salah satu program unggulannya yakni akan melakukan pendekatan pembangunan yang lebih komprehensif dari pendekatan pembangunan.

“Sebelumnya gender saja yang lebih memfokuskan pada kesetaraan, dan keadilan pembangunan pada perempuan dan laki-laki dalam hal akses, partisipasi, kontrol dan manfaat,” katanya.

“GEDSI sesungguhnya jauh lebih lengkap karena selain memperhatikan kesetaraan dan keadilan berdasarkan jenis kelamin tetapi juga melihat bagaimana perempuan dan laki-laki dari aspek lapisan-lapisannya atau interseksionalitasnya,” tambahnya.

Asni Tande menjelaskan, seorang perempuan dan laki-laki, ada di antara mereka yang berstatus sebagai kepala rumah tangga, single parent, korban kekerasan rumah tangga, buruh migran, difabel, rentan, mengalami dikriminasi atau peminggiran (marginal).

“Mereka mengalami kemiskinan atau kemiskinan struktural, penelantaran ekonomi, tidak tamat sekolah, buta huruf, pelaku usaha mikro bahkan mungkin supra mikro, menyandang streotip gender, dan masih banyak lagi lapisan-lapisan lainnya yang ada diantara perempuan maupun laki-laki,” jelasnya.

Dari berbagai lapisan-lapisan pada diri perempuan maupun laki-laki di atas, lanjut Asni, perempuan yang paling banyak mengalami lapisan-lapisan itu (interseksionalitas). Hal itu, kata dia, disebabkan oleh banyak faktor dan sangat komplit.

“Salah satu pemicunya adalah faktor budaya patriarki. laki-laki dianggap memiliki posisi yang lebih tinggi dari perempuan dalam segala aspek kehidupan, seperti sosial, budaya, dan ekonomi. Patriarki dalam kehidupan bermasyarakat bahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sekalipun, patriarki sudah menjadi sistem,” ujarnya.

Asni Tande menerangkan, budaya patriarki bisa menghasilkan ketidakadilan gender (gender inequality) dan memberikan dampak buruk dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Salah satu, kata dia, yakni kekerasan laki-laki kepada perempuan.

“Patriarki memberi ruang kepada laki-laki untuk melegitimasi superioritas-nya kepada lerempuan sampai bisa terbentuk kuasa sosial. Di satu sisi, warga negara lain yang menjadi perhatian GEDSI adalah mereka yang mengalami keterbatasan fisik dan atau mental. Sebagai warga negara, difabel juga punya hak yang sama seperti warga negara lainnya,” paparnya.

Asni Tande menguraikan, persoalan pembangunan yang dilakukan pada umumnya ada pada ketersediaan aksesibilitas.

Dirinya mengatakan penyandang disabilitas diberi kemudahan untuk mengakses, menggunakan, dan mencapai suatu ruang, layanan di berbagai bidang pembangunan seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, ketenagakerjaan, transportasi, fasilitas publik, dan sebagainya.

“Masih ada warga negara lain yang selama ini kurang mendapat perhatian dalam pembangunan yaitu kelompok rentan dan marginal. Setiap daerah punya permasalahan yang berbeda. Di Kota Parepare, kita punya warga penyandang atau mantan penyandang kusta, penganut agama minoritas atau penganut kepercayaan (To Lotang), orang miskin,” paparnya.

Asni Tandi mengemukakan, mereka seharusnya mendapatkan akses, partisipasi, control dan manfaat pembangunan tanpa kecuali.

Inilah, lanjut dia, yang disebut inklusi sosial yaitu suatu upaya untuk menciptakan masyarakat yang adil, yaitu semua orang dan kelompok masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam semua bidang pembangunan.

“Jika ANH dan TQ insyaalah menjadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Parepare, maka pendekatan pembangunan yang akan diperkuat adalah pendekatan GEDSI. ANH dan TQ berkeinginan kuat memastikan bahwa semua orang, di Kota Parepare tanpa kecuali. Semuanya memiliki akses yang sama terhadap berbagai bidang pembangunan,” pungkasnya.