Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

sultra

APLIH Sultra Meminta APH dan ESDM Lakukan Gakkum dan Cabut IUP PT ALK



Kendari – Aliansi Pemerhati Lingkungan Hidup (APLIH) Sulawesi Tenggara (Sultra) menyoroti situasi faktual terhadap penegakan hukum atas kejahatan pertambangan atau illegal mining.

Kejahatan itu masuk dalam areal kawasan lindung Sultra yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat dan menjadi cikal bakal presen buruk nagi penegakan hukum.

Ketua APLIH Sultra, Teodorus Ahaji mengatakan penegakan hukum soal pertambangan ilegal yang dilakukan kawasan hutan lindung yang patut disorot setelah sikap Pengadilan Negeri (PN) Unaaha dalam perkara Nomor 1681/Pid.B/LH/2022/PN Unh yang membebaskan terdakwa.

“Kami APLIH Sultra sangat menyayangkan putusan PN Unaaha, dan patut diduga terindikasi terlibat ruang gelap mafia tambang. Sebab dalam putusannya memuat banyak kejanggalan yang sangat mendasar dalam penerapan hukum,” jelasnya.

APLIH Sultra mengutarakan secara faktual terbukti terdapat alat berat yang berada di dalam kawasan hutan lindung berupa 27 unit excavator, 1 unit grader dan unit 8 dump truck serta ditemukan adanya pekerjaan pembuatan jalan hauling dan mess/basecamp yang semuanya ada di lokasi.

“Namun hakim PN Unaaha tidak sama sekali mempertimbangkan fakta ini yang sedang terjadi akfitas penambangan di Kawasan Hutan Lindung,” kata Theo.

Pihaknya mengatakan secara nyata terbukti 9 tumpukan ore nickel yang mana tumpukan ore nickel tersebut berada dalam lokasi sebaran alat berat 27 unit excavator dan hakim tidak mempertimbangkan fakta ini sebagai akfitas penambangan di kawasan hutan lindung.

Majelis Hakim Unaaha menyatakan dan memutuskan bahwa Ore Nickel yang terdapat dalam Kawasan Hutan Lindung dikembalikan kepada PT Anugrah Lestari Kendari (PT. ALK) padahal jelas ore nickel tersebut adalah hasil kejahatan yang digali dalam Kawasan hutan lindung tanpa ada ijin dari Pemerintah.

Sehingga seharusnya 9 tumpukan ore nickel tersebut disita oleh negara dan bukannya dikembalikan kepada PT. ALK.

“Apalagi terbukti bahwa terdakwa pelaku Ilegal mining adalah pemegang saham mayoritas dan merupakan komisaris utama PT ALK yang notabene patut diduga mengetahui akfitas penambangan illegal di dalam kawasan hutan lindung tersebut,” terangnya

APLIH Sultra menilai, majelis hakim PN Unaaha melakukan kesalahan mendasar dalam menerapkan hukum atau mungkin “memplesetkan” aturan hukum dengan menyatakan tidak terjadi akfitas pertambangan di hutan lindung karena yang dilakukan oleh 27 Excavator tersebut hanya pembuatan jalan hauling dan basecamp.

Padahal jika mengacu pada ketentuan UU Pertambangan Mineral dan Batu bara, maka yang dimaksud aktivitas pertambangan adalah termasuk tahap konstruksi dimana yang dimaksud konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi.

Sehingga penindakan pembuatan jalan hauling dan pembangunan basecamp atau mess di kawasan hutan lindung tersebut telah masuk dalam definis hukum tentang aktifitas penambangan.

“Hal ini sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka (1) angka (18) Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas UU nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan batubara,” jelasnya.

“Sehingga berdasar hal itu maka putusan Pengadilan Negeri Unaaha tersebut telah jauh melenceng dari ketentuan undang-undang dan bahkan lebih tampak seperti ada upaya transaksi penegakan hukum,” sambungnya.

Lebih jauh, Theo mengatakan APLIH Sultra melihat kejanggalan-kejanggalan yang terjadi dalam proses penegakan hukum ini, dimana fakta-fakta dan aturan hukumnya telah sangat jelas membuk kan terjadinya ak fitas pertambangan illegal dalam Kawasan hutan lindung namun diabaikan oleh Penegak hukum, maka Sulawesi Tenggara telah masuk “Darurat Tambang Illegal”.

APLIH Sultra berharap adanya komitmen penegak hukum dan keberlangsungan ekosistem lingkungan hidup yang berkelanjutan akan melakukan upaya-upaya preventif dan terukur.

Berupa mendorong dilakukan pemeriksaan terhadap Majelis Hakim PN Unaaha agar mendapat teguran atau sanksi dari PN Sultra dan Mahkamah Agung RI akibat tindakan tidak professional dalam memeriksa dan memutus perkara perkara.

APLIH Sultra meminta penegakan hukum administratif terhadap korporasi yang melakukan penambangan illegal dalam hal ini terhadap PT ALK.

Apalagi berdasarkan fakta dalam persidangan ternyata terdakwa adalah Pemegang saham mayoritas dan Komisaris Utama PT. ALK.

Sehingga tindakan penambangan illegal di Kawasan hutan lindung tersebut harus dinyatakan adalah tindakan korporasi PT. ALK yang dilakukan perusahaan secara structural dan terorganisir.

Sehingga sudah seharusnya kementerian ESDM mencabut IUP PT. ALK yang terbukti menyalahgunakan IUP dan melanggar ketentuan perundang-undangan yang diberikannya dengan cara melakukan penambangan illegal pada Kawasan hutan lindung sebagaimana ketentuan Pasal 119 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas UU nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan batubara.

Theo menambahkan, upaya pengawasan terhadap penegakan hukum ini penting dalam tujuan menuju kesejahteraan masyarakat (welfare state), dimana untuk mencapai kesejahteraan itu negara harus dijalankan dalam suatu kondisi hukum (rule of law), sehingga seluruh upaya pembangunan dan penegakan hukum harus saling terintegrasi dan bersinergi.

APLIH meminta mendukung Sultra menjadi sentra industri nikel dunia yang harus saling tersinergi dengan baik penegakan hukum agar proses penambangan dilakukan sesuai kaidah penambangan yang baik (good mining practice), untuk menghindari potensi kerusakan lingkungan seperti, fenomena banjir yang akhir-akhir ini sangat berdampak buruk bagi masyarakat Sultra, sebab daya dukung lingkungan sudah kurang memadai akibat aktivtas pertambangan illegal.

“Kami meminta Polda Sultra untuk melanjutkan proses pidana terkait aktivtas pertambangan dalam kawasan hutan lindung sebagaimana putusan PN Unaaha yang menyatakan terbukti ada pihak lain yang mengerahkan alat berat untuk kegiatan pertambangan di kawasan tersebut yaitu dilakukan oleh GM PT DMS 77,” pungkasnya.